Membuat Tepung Cacing
Bahan dan Peralatan yang digunakan
Bahan-bahan:
1. Cacing tanah segar 20 kg
Peralatan yang digunakan.
1. Bak pencucian kapasitas 100 ltr 3
2. Panci kapasitas 100 ltr 1
3. Nyiru/alat peniris 5
4. Oven 1
5. Alat penggiling/penepung 1
6. Alat pengaduk 1
7. Pisau 3
8. Bak penampung tepung kapasitas
100 ltr 1
9. Kompor/tungku 1
10 Timbangan 1
toserba.sitekno.com
Proses Pembuatan Tepung Cacing
1. Pencucian.
Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, sisa-sisa tanah dan lendir yang melekat di tubuh cacing. Cacing dicuci hingga bersih.
2. Perebusan.
Cacing direbus di dalam air mendidih selama 3 menit. Perebusan ini dimaksudkan untuk menghilangkan lendir cacing, dan juga agar protein, lemak, karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Penggunaan air untuk perebusan yang berlebihan dapat mengurangi kandungan mineral dan vitamin yang terkandung dalam cacing tanah.
3. Pemotongan
Cacing setelah direbus kemudian ditiriskan. Setelah tiris, lalu cacing dipotong-potong sepanjang 1 cm. Tujuan pemotongan cacing adalah untuk memudahkan mengeluarkan kotoran dari rongga tubuh cacing tsb, serta lebih mempercepat proses pengeringan.
4. Pencucian ke II
Pencucian kedua dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal dan cacing benar-benar bersih dari kotoran.
5. Pengeringan
Untuk pengeringan cacing dengan menggunakan oven, suhu panas berkisar 50 derajat celcius selama 4 jam. Pada bagian ini suhu oven harus diperhatikan jangan sampai melebihi 50 derajat celcius. Suhu yang terlalu panas akan mengakibatkan case hardening, yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering tetapi dalam bahan masih basah. Jika ini terjadi maka mutu tepung cacing yang dihasilkan kurang baik.
6. Penggilingan
Cacing setelah kering kemudian dihaluskan. Penghalusan cacing bisa menggunakan alat penepung tenaga manusia atau dengan alat mesin penggiling.
7. Pengemasan
Cacing yang telah halus digiling, kemudian di ayak/disaring untuk mendapatkan rata tingkat kehalusan tepung dan dikemas di dalam plastik/botol
Komposisi kimia cacing tanah dan tepung cacing tanah dalam /100gr
Kandungan
Cacing tanah
Tepung cacing tanah
Kalori
Air
Protein
Lemak
Abu
Karbohidrat
110,50 kal
72,69 gr
19,77 gr
2,48 gr
2,93 gr
2,25 gr
439,63-446,03 kal
-
60,03-71,82 gr
12,40-16,66 gr
-
8,66-9,99 gr
(sumber: Ridwan, 1992)
Komposisi asam amino % cacing tanah
Asam amino
%
Asam amino
%
Arginin
Asam glutamat
Fenilalanin
Glisin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
4,13
-
2,25
2,92
1,56
2,58
4,48
4,33
Metionin
Serin
Sistin
Tirosin
Treonin
Triptofan
Valin
-
2,18
2,88
2,29
1,36
2,95
-
3,01
-
(Sumber: Fadlun 1990)
Pakan Ternak Unggas : Tepung Limbah Udang/ Tepung Rese
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan budi daya ternak. Biaya yang dikeluarkan untuk bahan pakan (ransum) pada peternakan unggas adalah biaya terbesar yaitu berkisar 60 – 70 persen dari seluruh biaya produksinya. Tinggi atau rendahnya harga bahan baku pakan akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat gizi tertentu bahan baku pakan yang berkualitas masih didatangkan dari luar negeri. Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan lokal alternatif perlu diupayakan secara optimal, dengan catatan bahan baku pakan tersebut ditingkatkan kualitasnya dan terjamin ketersediaannya sepanjang tahun. Tepung ikan adalah bahan baku pakan yang menyebabkan mahalnya harga ransum, karena tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga lebih dari setengah, yaitu 200 ribu ton/tahun kebutuhan tepung ikan Indonesia disuplai dari impor. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan peternak skala kecil dan menengah perlu bahan pakan alternatif sebagai pengganti tepung ikan ini. Salah satu bahan pakan alternatif adalah limbah udang (shrimp head waste).
Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada beberapa tahun terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang. Indonesia termasuk negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data BPS tahun 2004 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 240.000 ton dan produksi ini meningkat sebesar 14 % per tahun. Tahun 2005 produksi udang mencapai angka 250.000 ton. Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya. Oleh karena itu dirasa perlu dilakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai kemungkinan penggunaan tepung limbah udang ini untuk menggantikan tepung ikan dalam ransum broiler. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan makalah ini.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Tepung Limbah Udang
Gambar 1. Limbah Pengolahan Udang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis sehingga perlu mengalami proses pengolahan. Proses pengelolaan limbah merupakan seluruh rangkaian proses yang dilakukan untuk mengkaji aspek kemanfaatan benda/barang dari sisa sampai tidak mungkin untuk dimanfaatkan kembali. Salah satu usaha pengolahan limbah adalah menjadikannya sebagai pakan ternak. Proses pengolahan limbah menjadi pakan ternak dapat dilakukan secara kering (tanpa fermentasi) yaitu dengan mengeringkannya, baik menggunakan alat pengering atau maupun dengan sinar matahari. Kemudian dicincang, selanjutnya dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering limbah ditumbuk menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan (Anonima, 2008).
Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh , (2) badan tanpa kepala dan (3) dagingnya saja. Pengolahan produksi udang berdasarkan ketiga macam produk tersebut, menyebabkan terdapat bagian-bagian udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan kulitnya. Bagian tersebut merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut limbah udang (Mudjima,1986 dalam Abun 2009).
Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua hal, yaitu jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku kebeberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang dihasilkan akan bertambah pula. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri dari bagian kepala, kulit ekor dan udang kecil -kecil disamping sedikit daging udang (Parakkasi, 1983dalam Abun 2009).
Proses Pembuatan Tepung Limbah Udang
Tepung limbah udang (LU) terbuat dari limbah udang sisa hasil pengolahan udang setelah diambil bagian dagingnya, sehingga yang tersisa adalah bagian kepala, cangkang dan udang kecil utuh dalam jumlah sedikit. Kualitas dan kandungan nutrien LU sangat tergantung pada proporsi bagian kepala dan cangkang udang (Djunaidi. dkk, 2009).
Menurut (Mirzah, dkk. 2007) proses pembuatan tepung udang terdiri dari beberapa tahapan antara lain :
1. Mempersiapkan limbah udang yang dapat diperoleh dari pasar tradisional, industri pengalengan atau pembekuan udang.
2. Sebelum diolah limbah udang ini dibersihkan dari benda-benda asing yang melekat dan dicuci dengan air segar.
3. Perendaman dengan larutan filtrat air abu sekam (FAAS) 20 % selama 48 jam.Untuk memperoleh larutan abu sekam padi 20 % dilakukan dengan melarutkan 200 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya dan siap digunakan.
4. Selanjutnya dipanaskan dengan autoclave selama 45 menit, dan langsung digiling menjadi bentuk pasta.
5. Dilanjutkan dengan proses fermentasi dengan EM-4 dengan dosis 20 ml/100 gram substrat dengan lama fermentasi 11 hari.
6. Kemudian di keringkan dengan cahaya matahari lalu digiling
Penggunaan bahan kimia sebenarnya dapat dihindari dengan menggunakan larutan filtrat air abu sekam (alkali) yang tidak bersifat polutan. Hasil penelitian Mirzah (2006), menunjukkan bahwa perendaman limbah udang dalam larutan filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit dapat menurunkan kitin dari 15,2% menjadi 9,87% dan meningkatkan kecernaan protein kasar dari 50% menjadi 70,50%, sedangkan kandungan zat-zat makanan lain tidak banyak berubah, yaitu bahan keringnya 86,40%, protein kasar 38,98%, lemak 4,12%, kalsium 14,63%, fosfor 1,75%, dan asam amino kritis seperti metionin 0,86%, lisin 1,15%, triptopan 0,35%, serta retensi nitrogen 66,13% dan energy termetabolis 2204, 54 kkal/kg. TLU hasil olahan dengan FAAS 10% tersebut lebih baik dibandingkan TLU tanpa diolah, yaitu dengan kandungan protein kasar 42, 6%, lemak 5,43%, kitin 15,24%, retensi nitrogen 55,23%, energi termetabolis 1984,87 kkal/kg, dan kecernaan protein 52,00%, namun kualitas TLU olahan itu perlu dievaluasi secara biologis melalui pemberian ransum kepada ayam broiler.
Pengolahan limbah udang digunakan filtrat air abu sekam (FAAS) 10%. Filtrat air abu sekam sebagai larutan untuk perendam dibuat dengan cara sekam padi yang telah diabukan secara sempurna dilarutkan dalam air bersih. Larutan abu sekam padi 10% diperoleh dengan melarutkan 100 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya dan siap digunakan. Setelah direndam selanjutnya limbah udang dikukus selama 45 menit, dan dikeringkan dengan cahaya matahari dan akhirnya digiling. Kandungan zat-zat makanan TLU tanpa olahan dan diolah dibandingkan dengan tepung ikan.
Untuk meningkatkan kualitas dan memaksimalkan pemanfaatan limbah udang ini, maka sebelum diberikan pada ternak perlu dilakukan pengolahan, yaitu yang dapat meningkatkan kecernaan dan menurunkan kandungan khitinnya. Penggunaan teknologi pengolahan pakan yang tepat guna, untuk tujuan meningkatkan kualitas nutrisi limbah udang sangat diperlukan agar pemanfaatan proteinnya maksimal. Berbagai perlakuan pengolahan dapat dilakukan antara lain perlakuan fisik, kimia dan biologis serta kombinasinya.
Degradasi komplek senyawa protein-khitin-kalsium karbonat dengan sempurna baru akan terjadi bila limbah udang diperlakukan dengan enzim yang dihasilkan oleh kapang melalui proses fermentasi. Salah satu caranya adalah menggunakan jasa kapang dari mikroorganisme penghasil enzim khitinase. Menurut hasil penelitian Nwanna ( 2003), untuk pengolahan limbah udang secara fermentasi dapat menggunakan inokulumLactobacillus sp sebagai fermentor untuk pembuatan silase limbah udang, yaitu dalam waktu 14 hari. Nilai gizinya (protein kasar) cukup tinggi, yaitu 58,96 %. Namun waktu fermentasi cukup lama, yaitu sampai 14 hari. Waktu pengolahan yang sangat lama ini tidak efektif dan efisien dalam penyediaan bahan baku pakan unggas. SelainLactobacillus sp, juga dapat digunakan inokulum EM-4, yaitu bakteri fermentasi yang berisi kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pruduksi ternak, sebagian besar terdiri dari genus Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik,Actinomycetes sp, Sreptomyces sp, jamur pengurai selulosa dan ragi yang berfungsi menguraikan selulosa atau khitin pada limbah udang (Kyusey Nature Farming Societies, 1995; Indriani, 2003).
Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat meningkatkan kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi TLU dibandingkan TLU hasil preparasi dengan FAAS saja. Penggunaan inokulum dengan kultur campuran (EM-4) lebih baik dibandingkan inokulum dengan mono kultur (Lactobacillus sp). Produk TLU olahan terbaik diperoleh pada pengolahan dengan menggunakan EM-4 dengan dosis 20 ml/100 gram substrat dngan lama fermentasi 11 hari.
Kandungan Nutrisi Tepung Limbah Udang
Tepung limbah udang mengandung semua asam amino essensial, juga sebagai sumber asam amino aromatik seperti fenilalanin dan tirosin yang kandungannya lebih tinggi daripada tepung ikan, lisin cukup tinggi yaitu 4,58% serta sumber asam amino bersulfur (S) dengan kandungan metionin sebesar 1,26 % (Purwatiningsih,1990). Perbandingan kandungan nutrisi antara tepung limbah udang dan tepung ikan terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Antara TLU dan Tepung Ikan.
Nutrien
TLU tanpa diolah
TLU olahan
Tepung Ikan
Air (%)
8,96
14,60
8,21
Bahan kering (%)
91,04
86,40
91,79
Protein kasar (%)
39,62
39,48
49,81
Lemak (%)
5,43
4,09
4,85
Serat kasar (%)
21,29
18,71
1,78
Abu (%)
30,82
30,94
16,29
Kalsium (%)
15,88
14,63
3,17
Fosfor (%)
1,90
1,75
0,37
Khitin (%)
15,24
9,48
-
Metionina (%)
1,16
0,86
1,58
Lisin (%)
2,02
1,15
3,51
Triptopan (%)
0,53
0,35
0,59
Retensi nitrogen (%)
55,23
66,13
77,20
Energi metabolis (kkal/kg)
1984,87
2204,54
3080,00
Kecernaan protein (in vitro)
52,00
70,47
80,62
Sumber : Mirzah, 2006.
Berdasarkan tabel 1. Terlihat bahwa kandungan nutrisi yang dimiliki oleh tepung limbah udang cukup baik meskipun tidak sebaik yang dimiliki oleh tepung ikan. Hal ini memperlihatkan bahwa potensi tepung limbah udang dapat di rekomendasikan kepada peternak untuk menggantikan tepung ikan karena selain mudah untuk didapatkan, bahan ini tentu saja lebih ekonomis dibandingkan bila menggunakan tepung ikan. Terdapat perbedaan kandungan nutrisi antara tepung limbah udang tanpa diolah dan Tepung limbah udang yang telah mengalami proses pengolahan.
Hasil penelitian Mirzah (2006), menunjukkan bahwa perendaman limbah udang dalam larutan filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit lebih baik dibandingkan TLU tanpa diolah, yaitu dengan kandungan protein kasar 39,62%, lemak 5,43%, kitin 15,24%, retensi nitrogen 55,23%, energi termetabolis 1984,87 kkal/kg, dan kecernaan protein 52,00%, namun kualitas TLU olahan itu perlu dievaluasi secara biologis melalui pemberian ransum kepada ayam broiler.
Bila dihitung secara nominal berdasarkan kandungan protein kasar pada limbah udang, maka pada tahun 2004 diperoleh limbah udang sebesar 66,3 ribu ton atau setara 88,5 ton protein kasar. Jumlah tersebut merupakan potensi bahan baku pakan sebagai sumber protein hewani yang sangat besar, namun dibalik beberapa kelebihan yang dimiliki limbah udang ini memiliki beberapa kekurangan seperti tingginya kandungan serat kasar dan terdapatnya kandungan zat antinutrisi khitin yang menyebabkan kecernaan terhadap protein menjadi rendah.
Senyawa Khitin
Tingginya kandungan serat kasar yang berasal dari khitin dan mineral terutama kalsium, yang berikatan erat dalam bentuk ikatan khitin-protein-kalsium karbonat merupakan kendala dalam pemanfaatan limbah udang ini. Kandungan protein yang terikat dalam khitin tersebut bisa mencapai 50-95% dan kalsium karbonatnya sampai 15-30% (Foster dan Webber, 1960; Walton dan Blackwell, 1973). Adanya ikatan khitinprotein- kalsium karbonat yang kuat akan menurunkan daya cerna protein limbah udang ini, sehingga pemanfaatannya belum optimal dibanding dengan potensi nilai gizinya.
Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti jubah atau penutup. Khitin merupakan polisakarida yang mengandung gula-gula amino yang tersebar pada tanaman tingkat rendah (jamur) dan invertebrata. Khitin merupakan senyawa biopolimer berantai panjang dan tidak bercabang. Tiap rantai polimer pada umumnya terdiri dari 2000 hingga 5000 unit monomer N-asetil-D-Glukosamin (2-acetamido-2-deoksi-D-Glukosa) yang terpaut melalui ikatan β (1,4) glukosa. Unit monomer khitin memiliki rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar C 47%, H 6%, N 7% dan O 40% (Foster dan Webber, 1960; Walton dan Blackwell, 1973; Bastaman, 1989).
Khitin adalah polisakarida alamiah yang menyebabkan kerasnya kulitcrustaceae (udang) dan molusca (kerang) serta dinding sel fungi dan alga tertentu. Pada kulit udang khitin terdapat dalam bentuk senyawa komplek berikatan bersama protein, garam-garam anorganik, kalsium karbonat dan lipid serta pigmen-pigmen (Austin, 1988). Khitin merupakan suatu polisakarida struktural yang mengandung nitrogen dan bergabung dengan protein dan kalsium sebagai bahan dasar pembentuk ker angka luar (eksoskeleton) hewan invertebrata seperti udang (Walton dan Blackwell, 1973). Protein yang terdapat dalam limbah udang sebagian nitrogennya adalah dari nitrogen khitin, yaitu senyawa N-asetil-D-Glukosamin polisakarida yang berikatan erat dengan khitin dan kalsium karbonat pada kulitnya. Eratnya ikatan tersebut menyebabkan daya cernanya menjadi rendah (Parakkasi, 1983; Raharjo, 1985). Tetapi khitin ini tidak bersifat toksik atau racun (Muzzarelli, 1986).
Menurut Watskin (1982), kandungan Nitrogen pada khitin adalah sebesar
6,80%, sedangkan menurut Walton dan Blackwell (1973) kandungan protein pada ikatan khitin-protein berkisar antara 50-95% dan kandungan kalsiumnya (CaCO3)
sebanyak 75% dari kulit udang. Selanjutnya dikatakan bahwa pemurnian khitin dengan asam encer untuk melarutkan protein. Khitin merupakan zat yang sukar larut dan sangat stabil dalam air, larutan asam encer, basa encer dan pekat, dan alkohol, sehingga isolasi khitin memerlukan metoda yang khusus. Khitin dapat diuraikan dengan asam hidrokhlorik pekat, asam sulfat pekat dan asam phosfat 78-97% (Foster dan Webber, 1960).
Struktur khitin dan khitosan sama dengan selulosa, yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan glukosida pada posisi β (1,4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon nomor dua pada khitin digantikan oleh gugus asetamina (-NHCOCH3) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-Asetil-D- Glukosamin sedangkan pada khitosan digantikan oleh gugus amin (NH2). Khitin dapat dibedakan berdasarkan susunan rantai N-Asetil- Glukosamin yaitu α, β, γ, derajat deasetilasi, adanya ikatan silang seperti dengan protein dan glukan. Khitin dalam tubuh organisme terdapat dalam tiga bentuk kristal dan dibedakan atas susunan rantai molekul yang membangun kristalnya yaitu α khitin (rantai antiparalel), β khitin (rantai paralel) dan γ khitin (rantai campuran) (Foster dan Webber, 1960; Walton dan Blackwell, 1973; Bastaman, 1989).
Khitin memiliki bentuk yang padat dan bersifat tidak larut dalam air atau pelarut organik biasa. Namun khitin dapat dimodifikasi secara kimiawi menjadi turunan-turunannya yang mempunyai sifat-sifat khas dan kegunaannya sendiri. Khitin dapat dihidrolisis secara enzimatis oleh enzim khitinase, menghasilkan monomer β-1,4 N-setil-D-glukosamin. Khitinase dapat dihasilkan oleh beberapa macam bakteri, aktinomisetes, jamur dan tumbuhan. Meskipun sumber khitin bermacam-macam, namun secara komersial khitin dieksplorasi dari cangkang udang-udangan dan Crstacea. Sebanyak 50 – 60 % dari limbah udang, dihasilkan 25 % Khitin dari 32 % berat kering limbah tersebut (Yurnaliza, 2002).
Protein atau nitrogen yang ada pada limbah udang ini berikatan erat dengan kitin dan kalsium karbonat dalam bentuk komplek ikatan senyawa protein-kitin-kalsium karbonat, sehingga “bioavailability” oleh ternak unggas sangat rendah, di samping itu, ternak unggas tidak mempunyai enzim kitinase pada saluran pencernaannya. (Mirzah, 2007)
Kandungan khitin yang tinggi menyebabkan limbah udang mempunyai kecernaan yang rendah yaitu kadar khitin 3 % dalam ransum ayam broiler yang akan menekan konsumsi ransum dan pertumbuhan . Oleh sebab itu sebelum digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler limbah udang itu harus mendapat penanganan dan pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai gizinya. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa (Neely dan Wiliam, 1969).
Penggunaan limbah udang sebagai bahan pakan ternak perlu sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizinya, karena bahan ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, dan memiliki kecernaan protein yang rendah karena mengandung zat anti nutrisi khitin ( Hartadi et al., 1997). Zat ini merupakan suatu polisakarida yang bergabung dengan protein sebagai bahan dasar pembentuk kulit luar serangga dan crustaceae yang merupakan faktor pembatas penggunaan limbah kepala udang (Wanasuria, 1990).
Penggunaan Tepung Limbah Udang dalam Ransum Broiler
Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ayam merupakan hal yang mungkin dapat dipakai, disamping menambah variasi dan persediaan bahan baku ransum yang tidak bersaingan dengan manusia, mengurangi pencemaran lingkungan juga dapat menekan biaya ransum, dimana 60—70% dari komponen biaya produksi adalah biaya ransum. Ransum perlakuan terdiri dari 5 macam ransum yang berbeda tingkat pengantian protein tepung ikan dengan protein TLU olahan, yaitu R0 sebanyak 0 % TLU (ransum kontrol atau tanpa penggantian tepung ikan ), R1 penggantian 25 % protein tepung ikan dengan protein TLU olahan, R2 penggantian 50 % protein tepung ikan dengan protein TLU olahan, R3 penggantian 75 % protein tepung ikan dengan TLU olahan, dan R4 penggantian 100 % protein tepung ikan dengan TLU olahan.
PENUTUP
Kesimpulan
Tepung limbah udang (tepung rese) merupakan pakan tambahan untuk ternak unggas yang memiliki kandungan protein tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan. Tepung rese dapat meningkatkan pertambahan berat badan (pbb) bila dilakukan pengolahan secara baik yaitu dengan menggunakan fermentasi EM4.
Saran
Dalam pengolahan limbah udang (tepung rese) sebaiknya dilakukan perendaman dan fermentasi untuk meningkatkan daya cerna serta efektivitas dan efisiensi penggunaan pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2009. Pengolahan Limbah Udang Windu Secara Kimiawi Dengan NaOH dan H2SO4 Terhadap Protein dan Mineral Terlarut. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran .Jatinangor.
Anonima. 2008. Limbah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sumatra Utara. Medan.
Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn shell. The Queen’s University of Belfast, Belfast
Djunaidi, I. H, T. Yuwanta, Supadmo dan M. Nurcahyanto. Pengaruh Penggunaan Limbah Udang Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap Performan dan Bobot Organ Pencernaan Broiler. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Foster, A.B. and J.M. Webber. 1960. Advances in Carbohydrate Chemistry. Vol. 15. Academic press. Inc., New York, London.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harnentis. 2004. Pengaruh Lama Fermentasi Limbah Udang dengan Effective Microorganism 4 (EM4) terhadap Kuatitas dan Kualitas Tepung Limbah Udang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Andalas ,Padang.
Indriani, Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Cetk. I, Penebar Swadaya. Jakarta.
Mirzah, Yumaihana dan Filawati. 2006, Pemakaian Tepung Limbah Udang Hasil Olahan Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dalam Ransum Ayam Broiler.Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Sumatra Barat.
Mirzah. 2007. Penggunaan Tepung Limbah Udang yang Diolah dengan Filtrat Air Abu Sekam dalam Ransum Ayam Broiler. Media Peternakan, Desember 2007, hlm. 189-197, ISSN 0126-0472, Vol. 30 No. 3. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Sumatra Barat.
Mahata, M.E. 2007. Perbaikan kualitas gizi limbah udang sebagai pakan unggas melalui hidrolisis enzim kitosanase dan kitinase dari bacterium Serratia marcescens. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Nwanna, L.C., A.M. Balogun, Y.F. Ajenifuja and V.N. Enujiugha. 2003. Replacement of fish meal with chemically preserved shrimp head meal in the diets of African catfish, Clarias gariepinus. J. Food Agri. And Environment 2) 1.
Neely, M.C.H and William, 1969, Chitin and Its Derivates in Industrial, Gums Kelco Company California. 193 –212.
Purwatiningsih. 1990. Isolasi Khitin dan Komposisi Kimia dari Limbah Udang Windu. Tesis Pascasarjana. ITB. Bandung.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Cetakan I. Kanisius, Yogjakarta. Hal : 120 – 212.
Razdan, A and D. Petterson. 1994. Effect of chitin and chitosan on nutrient digestibility and plasma lipid concentration in broiler chicken. British Journal of Nutrition 72 : 277-288.
Reddy, V.R., V.R. Reddy and S. Quddratullah. 1996. Squilla: A novel animal protein, Can it be Used as a Complete Subtitute For Fish in Poultry Ration. Feed International no. 3 vol. 17 : 18 - 20.
Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial Pendegradasinya. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara. Medan.
Wahju, j. 1992. Ilmu nutrisi unggas, edisi ke 3. Gadjah mada university press. Yogyakarta.
Wanasuria, S. 1990 Tepung Kepala Udang dalam Pakan Broiler. Poultry Indonesia.
Winarno, F.G dan D. Fardiaz. 1980. Penangan Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
BAB 6 TEKNOLOGI PAKAN BUATAN
Pakan buatan yang dimaksud dalam artikel ini adalah pakan yang dibuat oleh manusia untuk ikan peliharaan yang berasal dari berbagai macam bahan baku yang mempunyai kandungan gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan ikan dan dalam pembuatannya sangat memperhatikan sifat dan ukuran ikan. Pakan buatan dibuat oleh manusia untuk mengantisipasi kekurangan pakan yang berasal dari alam yang kontinuitas produksinya tidak dapat dipastikan. Dengan membuat pakan buatan diharapkan jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan akan terpenuhi setiap saat. Pakan buatan yang berkualitas baik harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
Pakan mudah dicerna
Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh
Memiliki rasa yang disukai ikan
Kandungan abunya rendah
Tingkat efektivitasnya tinggi
Sebelum proses pembuatan pakan ikan dimulai, harus dipahami terlebih dahulu tentang jenis-jenis pakan yang dapat diberikan kepada ikan budidaya. Pengelompokkan jenis-jenis pakan ikan dapat dibuat berdasarkan bentuk, berdasarkan kandungan airnya, berdasarkan sumber dan berdasarkan kontribusinya pada pertumbuhan ikan. Jenis-jenis pakan buatan berdasarkan bentuk antara lain adalah:
Bentuk larutan; Digunakan sebagai pakan burayak ikan (berumur 2 - 20 hari). Pakan bentuk larutan ada 2 macam, yaitu: 1) Emulsi yakni bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya; 2) Suspensi yakni bahan yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya. Pakan bentuk larutan ini biasanya diberikan pada saat larva, dengan komposisi bahan baku yang utama adalah kuning telur bebek atau ayam dengan tambahan vitamin dan mineral.
Bentuk tepung/meals; Digunakan sebagai pakan larva sampai benih (berumur 2-40 hari).Tepung halus diperoleh darremah yang dihancurkan ataudibuat komposisi dari berbagaisumber bahan baku sepertimenyusun formulasi pakan , dan biasanya diberikan pada larvasampai benih ikan
Bentuk butiran/granules; Digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80 hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan atau dibuat sama seperti membuat formulasi pakan lengkap dan bentuknya dibuat menjadi butiran.
Bentuk remahan/crumble; Digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung (berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi butiran kasar.
Bentuk lembaran/flake; Biasa diberikan pada ikan hias atau ikan laut dan dibuat dari berbagai bahan baku disesuaikan dengan kebutuhan dan pada saat akan dibentuk dapat menggunakan peralatan pencetak untuk bentuk lembaran atau secara sederhana dengan cara membuat komposisi pakan kemudian komposisi berbagai bahan baku tersebut dibuat emulsi yang kemudian dihamparkan di atas alas aluminium atau seng dan dikeringkan, kemudian diremas-remas.
Bentuk pellet tenggelam/sinking; Biasa digunakan untuk kegiatan pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan tingkah laku ikan tersebut berenang di dalam perairan. Ukuran ikan yang mengkonsumsi pakan bentuk pellet bervariasi dari ukuran bukaan mulut lebih dari 2 mm maka ukuran pelet yang dibuat biasanya 50%nya yaitu 1 mm. Bentuk pellet ini juga dapat digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
Bentuk pellet terapung/floating; Biasa digunakan untuk kegiatan pembesaran ikan air tawar maupun ikan air laut yang mempunyai kebiasaan tingkah laku ikan tersebut berenang di permukaan perairan. Ukuran ikan yang mengkonsumsi pakan bentuk pellet bervariasi dari ukuran bukaan mulut lebih dari 2 mm maka ukuran pelet yang dibuat biasanya 50%nya yaitu 1 mm. Bentuk pellet ini juga dapat digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat > 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
Jenis pakan ikan berdasarkan kandungan airnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
Pakan basah yaitu pakan yang mengandung air biasanya lebih dari 50%. Pakan basah biasanya terdiri dari pakan segar atau pakan beku, berupa cincangan atau gilingan daging ikan yang tidak bernilai ekonomis. Jenis pakan ini biasa diberikan kepada induk-induk ikan laut/udang, contoh pakan basah antara lain adalah cincangan daging cumi-cumi.
Pakan lembab yaitu pakan yang mengandung air berkisar antara 20-40%. Pakan lembab dibuat sebagai alternatif dari pakan basah yang banyak kekurangannya antara lain dapat mencemari perairan dan kekurangan asam amino tertentu. Pakan lembab ini dibuat dengan komposisi pakan sesuai kebutuhan ikan tetapi dalam prosesnya tidak dilakukan pengeringan, dibiarkan lembab dan disimpan dalam bentuk pasta kemudian dibekukan. Tetapi ada juga pakan basah ini dibuat dengan komposisi ikan yang dipasteurisasi ditambah beberapa zat penting seperti silase ikan yang diberi beberapa komposisi zat tambahan. Pakan lembab ini dapat diberikan pada ukuran ikan dari benih sampai ke pembesaran.
Pakan kering yaitu pakan yang mengandung air kurang dari 10%. Jenis pakan ini biasa digunakan pada budidaya ikan
secara intensif karena sangat mudah dalam proses distribusi, penyimpanan dan penanganannya. Jenis pakan kering ini dapat dibuat dengan berbagai bentuk disesuaikan dengan kebutuhan ikan, pada setiap tahapan budidaya.
Jenis pakan ikan berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pakan alami dan pakan buatan. Dalam buku teks ini akan dibahas secara detail setiap kelompok pakan ini pada bab tersendiri yaitu teknologi pembuatan pakan dan teknologi produksi pakan alami.
Jenis pakan ikan berdasarkan konstribusinya dalam menghasilkan penambahan berat badan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Suplementary Feed/pakan suplemen yaitu pakan yang dalam konstribusinya hanya menghasilkan penambahan berat badan kurang dari 50%. Jenis pakan ini biasanya dibuat oleh para pembudidaya ikan dengan mencampurkan beberapa bahan baku tanpa memperhitungkan kandungan proteinnya sehingga kandungan nutrisi dari pakan ini tidak lengka
Complete Feed/pakan lengkap yaitu pakan yang dalam konstribusinya menghasilkan penambahan berat badan lebih dari 50%. Jenis pakan ini biasanya adalah pakan kering dengan berbagai bentuk dimana komposisi bahan bakunya lengkap sehingga kandungan protein pakan mencukupi kebutuhan ikan yang akan mengkonsumsinya.
Dengan mengetahui jenis-jenis pakan maka para pembudidaya ikan dapat menentukan jenis pakan yang akan dibuat disesuaikan dengan ikan yang akan dipeliharanya. Jenis pakan buatan yang akan dibahas dalam buku ini adalah pakan buatan
yang akan dikonsumsi oleh ikan yang berukuran induk, larva atau benih sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan dalam bentuk pakan kering atau lembab. Pakan buatan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan akan memberikan pertumbuhan yang optimal bagi ikan yang mengkonsumsinya. Selain itu pakan yang dibuat sendiri mempunyai kandungan protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhan ikan serta mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan membel pakan buatan. Pakan merupakan
komponen biaya operasional yang cukup besar dalam suatu usaha budidaya ikan sekitar 60% merupakan biaya pakan. Oleh
karena itu dengan mempunyai kompetensi pembuatan pakan ikan diharapkan akan mengurangi biaya produksi yang cukup besar.
Dalam membuat pakan buatan langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan perencanaan pembuatan pakan buatan. Perencanaan terhadap pembuatan pakan harus dibuat dengan seksama agar pakan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan ikan yang mengkonsumsinya. Pengetahuan pertama yang harus dipahami adalah mengenai kandungan nutrisi dari pakan buatan.
Kandungan nutrisi yang terdapat didalam pakan buatan harus terdiri dari protein, lemak, karbohidrat , vitamin dan mineral. Komposisi nutrisi pakan yang terdapat pada pakan buatan sangat spesifik untuk setiap ukuran ikan. Kualitas pakan buatan ditentukan antara lain oleh kualitas bahan baku yang ada. Hal ini disebabkan selain nilai gizi yang dikandung bahan baku harus sesuai dengan kebutuhan ikan, juga pakan buatan ini disukai ikan baik rasa, aroma dan lain sebagainya yang dapat merangsang ikan untuk memakan pakan buatan ini. Kajian tentang materi ini telah dibahas dalam bab sebelumnya yaitu tentang nutrisi ikan.
6.1. JENIS-JENIS BAHAN BAKU
Bahan baku yang dapat digunakan dalam membuat pakan buatan ada beberapa macam. Dalam memilih beraneka macam bahan baku tersebut harus dipertimbangkan beberapa persyaratan. Persyaratan pemilihan bahan baku ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu persyaratan teknis dan persyaratan sosial ekonomis.
Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah :
Mempunyai nilai gizi tinggi, dengan bahan baku yang bergizi tinggi akan diperoleh pakan yang dapat dicerna oleh ikan dan dapat menjadi daging ikan lebih besar dari 50%.
Tidak mengandung racun, bahan baku yang mengandung racun akan menghambat pertumbuhan ikan dan dapat membuat ikan mati
Sesuai dengan kebiasaan makan ikan, bahan baku yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan makan ikan dialam, hal ini dapat meningkatkan selera makan dan daya cerna ikan.Seperti diketahui bahwa berdasarkan kebiasaan makannya jenis pakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu herbivor, omnivor dan karnivor. Maka dalam memilih bahan baku yang akan digunakan untuk ikan herbivor akan sangat berbeda untuk ikan karnivora atau omnivor. Pada ikan herbivor komposisi bahan baku lebih banyak yang berasal dari nabati dan untuk ikankarnivor maka komposisi baha bakunya lebih banyak berasal dari hewani. Beberapa jenis ikan berdasarkan kebiasaan makannya dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Persyaratan sosial ekonomis yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah :
Mudah diperoleh
Mudah diolah
Harganya relatif murah
Bukan merupakan makananpokok manusia, sehingga tidakmerupakan saingan.
Sedapat mungkin memanfaatkanlimbah industri pertanian
Jenis-jenis bahan baku yangdigunakan dalam membuat pakan buatan dapat dikelompokkan menjaditiga kelompok yaitu bahan bakuhewani, bahan baku nabati danbahan baku limbah industri pertanian.
Bahan baku hewani adalah bahan baku yang berasal dari hewan atau bagian-bagian tubuh hewan. Bahan baku hewan ini merupakan sumber protein yang relatif lebih mudah dicerna dan kandungan asam aminonya lebih lengkap dibandingkan dengan bahan baku nabati. Beberapa macam bahan baku hewani yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan ikan antara lain adalah :
Tepung ikan
Silase ikan
Tepung udang
Tepung cumi-cumi
Tepung cacing tanah
Tepung benawa/kepiting
Tepung darah
Tepung tulang
Tepung hati
Tepung artemia
Bahan baku nabati adalah bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau bagian dari tumbuh-tumbuhan. Bahan nabati pada umumnya merupakan sumber karbohidrat, namun banyak juga yang kaya akan protein dan vitamin. Beberapa macam bahan baku nabati yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan ikan antara lain terdiri dari ;
Tepung kedelai
Tepung jagung
Tepung teriguTepung tapioka
Tepung sagu
Tepung daun lamtoro
Tepung daun singkong
Tepung kacang tanah
Tepung beras
Bahan baku limbah industri pertanian adalah bahan baku yang berasal dari limbah pertanian baik hewani maupun nabati. Beberapa macam bahan limbah yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan antara lain terdiri dari;
Tepung kepala udang
Tepung anak ayam
Tepung darah
Tepung tulang
Ampas tahu
Bungkil kelapa
Dedak halus
Isi perut hewan mamalia
Selain ketiga jenis bahan baku tersebut untuk melengkapi ramuan dalam pembuatan pakan buatan biasanya diberikan beberapa bahan tambahan. Jumlah bahan tambahan (feed additive) yaitu bahan makanan atau suatu zat yang ditambahkan dalam komposisi pakan untuk meningkatkan kualitas dari pakan tersebut. Jumlah bahan tambahan yang digunakan biasanya relatif sedikit tetapi harus ada dalam
meramu pakan buatan. Jenis-jenis bahan tambahan antara lain terdiri dari :
Vitamin dan mineral, vitamin dan mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh ikan maka
dalam pembuatan pakan harus ditambahkan. Jumlah pemberian vitamin dan mineral dalam pakan buatan berkisar antara 2 – 5%.
Vitamin dan mineral untuk membuat pakan ikan dapat dibuat sendiri yang disebut vitamin premix atau membelinya di toko. Vitamin dan mineral dijual di toko penggunaannya sebenarnya untuk ternak tetapi dapat juga digunakan untuk ikan. Merek dagang vitamin dan
mineral tersebut antara lain adalah Aquamix, Rajamix, P fizer Premix A, P frizer Premix B, Top Mix, Rhodiamix 273.
Antioksidan, antioksidan adalah zat antigenik yang dapat mencegah terjadinya oksidasi pada makanan dan bahan-bahan makanan
Penggunaan antioksidan dalam pembuatan pakan ikan bertujuan untuk mencegah penurunan nilai nutrisi makanan dan bahan-bahan
makanan ikan serta mencegah terjadinya ketengikan lemak atau minyak, serta untuk mencegah kerusakan vitamin yang larut dalam lemak. Dalam memilih jenis antioksidan yang akan digunakan harus diperhatikan beberapa syarat berikut yaitu ;
Antioksidan harus efektif dalam mencegah proses oksidasi dari makanan ikan yang mengandung lemak dan unit yang larut dalam lemak.
Tidak bersifat racun bagi ikan
Harus efektif dalam konsentrasi rendah
Mempunyai nilai ekonomis Jenis antioksidan yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan buatan adalah BHA (Butil Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluene). Jumlah yang aman digunakan sebaiknya adalah 200 ppm atau 0,02% dari kandungan lemak dalam pakan, sedangkan jenis antioksidan lainnya yaitu Etoksikuin dapat digunakan sebesar 150 mg/kg pakan. Selain itu vitamin C saat ini merupakan salah satu jenis vitamin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Bahan pengikat (Binder), penambahan bahan pengikat di dalam ramuan pakan buatan berfungsi untuk menarik air, memberikan warna yang khas dan memperbaiki tekstur produk. Jenis bahan pengikat yang dapat digunakan antara lain adalah : agar-agar, gelatin, tepung kanji, tepung terigu, tepung maizena, Carboxymethy Cellulose (CMC), karageenan, asam alginat. Jumlah penggunaan bahan pengikat ini berkisar antara 5 – 10%.
Asam amino essensial sintetik, adalah asam-asam amino yang sangat dibutuhkan sekali oleh ikan untuk pertumbuhannya dan tidak dapat diproduksi oleh ikan. Asam amino ini dapat diperoleh dari hasil perombakan protein, protein tersebut diperoleh dari sumber bahan baku hewani dan nabati. Tetapi ada sumber bahan baku yang kandungan asam aminonya tidak mencukupi. Oleh karena itu bisa ditambahkan asam amino buatan/sintetik kedalam makanan ikan. Jenis asam amino essensial tersebut adalah : arginine, Histidine, Isoleucine, Lysine, Methionine,Phenylalanine, Threonine, Tryptophan, Valine dan Leucine.
Pigmen, adalah zat pewarna yang dapat diberikan dalam komposisi pakan buatan yang peruntukkannya untuk pakan ikan hias, dimana pada ikan hias yang dinikmati adalah keindahan warna tubuhnya sehingga dengan menambahkan pigmen tertentu kedalam pakan buatan akan memunculkan warna tubuh ikan hias yang indah sesuai dengan keinginan pembudidaya. Jenis pigmen yang ada dapat diperoleh dari bahan-bahan alami atau sintetik seperti pigmen karoten , astaxantin dan sebagainya. Dosis pemberian pigmen dalam komposisi pakan biasanya berkisar antara 5 – 10%.
Antibiotik, adalah zat atau suatu jenis obat yang biasa ditambahkan dalam komposisi pakan untuk menyembuhkan ikan yang terserang penyakit oleh bakteri. Dengan pemberian obat dalam pakan yang berarti pengobatan dilakukan secara oral mempermudah pembudidaya
untuk menyembuhkan ikan yang sakit. Dosis antibiotik yang digunakan sangat bergantung pada jenis penyakit dan ukuran ikan yang terserang penyakit.
Attractants adalah suatu zat perangsang yang biasa ditambahkan dalam komposisi pakan udang/ikan laut. Seperti diketahui udang merupakan organisme yang hidupnya di dasar dan untuk menarik perhatiannya terhadap pakan buatan biasanya ditambahkan zat perangsang agar pakan buatan tersebut mempunyai bau yang sangat menyengat sehingga merangsang udang/ikan laut untuk makan pakan ikan tersebut. Beberapa jenis attractant yang biasa digunakan dari bahan alami atau sintetis antara lain adalah terasi udang, kerang darah, glysine 2%, asam glutamate, cacing tanah atau sukrosa.
Hormon, adalah suatu bahan yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin dan ditransportasikan melalui pembuluh darah ke jaringan lain dimana beraksi mengatur fungsi dari jaringan target. Ada banyak jenis hormon yang terdapat pada makhluk hidup. Penggunaan hormon dalam pakan buatan yang telah dicoba pada beberapa ikan antara lain ikan bandeng, ikan kerapu adalah pembuatan pakan dalam bentuk pelet kolesterol, dimana pada pakan buatan tersebut ditambahkan hormon yang bertujuan untuk mempercepat tingkat kematangan gonad, hormon yang digunakan adalahkombinasi antara 17 - metiltestoteron dan a-LHRH.
Selain mengetahui jenis-jenis bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan harus mengetahui kandungan nutrisi dari bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan. Kandungan nutrisi bahan baku dapat
diketahui dengan melakukan analisa proximat terhadap bahan baku tersebut. Dari hasil analisa proximat akan diketahui kandungan zat gizi bahan baku yang meliputi : kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar bahan ekstra tanpa nitrogen (BETN). Adapun komposisi kandungan nutrisi bahan baku dapat dilihat pada tabel 6.2 , 6.3 dan 6.4.
Bagaimanakah anda melakukan penyiapan bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan? Apakah bahan baku itu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diskusikan dan pelajari materi dalam buku ini atau mencari referensi lain dari buku, internet, majalah dan sebagainya.
Bahan baku adalah bahan yang akan digunakan untuk membuat pakan buatan. Bahan baku yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan buatan tersebut. Jenis-jenis bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat pakan buatan untuk induk, larva dan benih ikan dapat dikelompokkan menjadi bahan baku hewani, nabati dan bahan tambahan. Jenis bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan pakan ikan laut biasanya berasal dari sumber hewani. Hal ini dikarenakan ikan-ikan laut merupakan organisme air yang bersifat karnivora yaitu organisme air yang makanan utamanya adalah berasal dari hewani dalam hal ini adalah ikanikan yang mempunyai ukuran tubuhnya lebih kecil dari yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan kebiasaan makan pada setiap jenis ikan maka jenis-jenis bahan baku yang akan digunakan untuk ikan karnivora atau
herbivora/omnivora akan sangat berbeda dalam pemilihannya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tacon (1988) dalam Millamena et al (2000) telah direkomendasikan penggunaan beberapa bahan baku yang dapat digunakan berdasarkan kebiasaan makan ikan (Tabel 6.5)
Ikan karnivora di alam akan memakan ikan yang lebih kecil ukurannya, didalam suatu usaha budidaya biasanya diberikan ikanikan rucah. Kontinuitas ikan rucah di alam sangat bergantung kepada ketersediaan alam. Oleh karena itu pembuatan pakan buatan diharapkan mampu menggantikan kebutuhan ikan laut akan pakan. Pakan buatan untuk ikan laut bahan baku yang biasa digunakan antara lain dapat dilihat pada Tabel 6.6. Kandungan nutrisi bahan baku yang biasa digunakan untuk membuat pakan buatan dapat dilihat pada Tabel 6.6 .
Selain itu untuk menambah pengetahuan tentang jenis-jenis bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat pakan ikan,
berdasarkan hasil analisa proksimat kandungan bahan baku pakan yang telah dilakukan pada laboratorium Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Departement. Philipina dapat dilihat pada Tabel 6.7.
Hasil analisa proksimat dari setiap bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan perhitungan formulasi pakan. Pada tabel sebelumnya telah diuraikan tentang kadar karbohidrat dari setiap bahan baku pakan untuk memudahkan dalam menghitung jumlah energi dalam setiap formulasi.
Seperti diketahui bahwa dari hasil analisa proksimat karbohidrat dibagi menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Sedangkan untuk menghitung energi yang digunakan adalah kadar karbohidrat,tetapi untuk mengetahui daya cerna setiap bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat pakan ikan adalah kadar serat kasar. Oleh karena itu pemahaman tentang bahan baku tersebut sangat penting.
6.2. PENYUSUNAN FORMULASI PAKAN
Jenis bahan baku yang harus disiapkan sangat bergantung kepada jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut dan stadia pemberian pakannya. Selain itu untuk mengetahui jenis-jenis bahan baku yang akan dipilih harus dilakukan perhitungan. Perhitungan jumlah bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan tersebut dinamakan menyusun formulasi pakan. Setelah mengetahui tentang jenis-jenis bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan, kandungan zat gizi dari bahan-bahan baku tersebut dan cara menyusun formulasi/ramuan pakan buatan barulah kita dapat membuat pakan buatan. Pada bagian sebelumnya telah dibahas tentang jenis bahan baku dan kandungan gizinya selanjutnya adalah menyusun formulasi.
Pengetahuan yang harus dipahami dalam menyusun formulasi pakan ikan adalah kebutuhan ikan akan beberapa kandungan zat gizi antara lain adalah :
Protein, kebutuhannya berkisarantara 20 – 60%. Untuk ikan-ikan
laut biasanya kebutuhan protein
cukup tinggi karena merupakan
kelompok ikan karnivora yaitu
berkisar antara 30 – 60%.
Sumber protein dapat diperoleh
dari hewani atau nabati tetapi
untuk ikan laut lebih menyukai
sumber protein diambil dari
hewani.
Lemak, kebutuhannya berkisar antara 4-18%. Sumber
lemak/lipid biasanya adalah : Hewani : lemak sapi, ayam, kelinci, minyak ika Nabati : jagung, biji kapas,
kelapa, kelapa sawit, kacang
tanah, kacang kedelai
Karbohidrat, terdiri dari serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN), kebutuhannya berkisar antara 20 – 30%. Sumber karbohidrat biasanya dari nabati seperti jagung, beras, dedak, tepung terigu, tapioka, sagu dan lain-lain. Kandungan serat kasar kurang dari 8% akan menambah struktur pellet, jika lebih dari 8% akan mengurangi kualitas pellet ikan.
Vitamin dan mineral, kebutuhannya berkisar antara 2–5% Jumlah keseluruhan bahan baku dalam menyusun formulasi pakan ikan ini harus 100%.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam menyusun formulasi pakan antara lain adalah :
1. Metode Pearsons Square (Metode segi empat Pearsons)
2. Metode Aljabar
3. Metode Linier (Program linier)
4. Metode coba-coba (Trial and Error)
5. Metode Work Sheet
6.2.1. Metode segi empat Pearsons
Metoda segiempat kuadrat adalah suatu metode yang pertama kali dibuat oleh ahli pakan ternak dalam menyusun pakan ternak yang bernama Pearsons.. Metode ini ternyata dapat diadaptasi oleh para ahli pakan ikan dan digunakan untuk menyusun formulasi pakan ikan.Dalam menyusun formulasi pakan ikan dengan metode ini didasari pada pembagian kadar protein bahan-bahan pakan ikan. Berdasarkan tingkat kandungan protein, bahan-bahan pakan ikan initerbagi atas dua bagian yaitu :
Protein Basal, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%.
Protein Suplement, yaitu bahan baku pakan ikan, baik yang berasal dari nabati, hewani dan limbah yang mempunyai kandungan protein lebih dari 20%.
Dalam metode segi empat ini langkah pertama adalah melakukan pemilihan bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan. Disarankan untuk memilih bahan baku pembuatan pakan ikan ini tidak hanya dari satu sumber bahan saja tetapi menggunakan beberapa bahan baku dari sumber nabati, hewani atau limbah hasil pertanian. Misalnya kita akan membuat pakan ikan dengan kadar protein 35% dengan menggunakan bahan baku terdiri dari tepung ikan, dedak halus, tepung jagung, tepung terigu dan tepung kedelai. Maka dengan menggunakan metode segiempat ini, tahapan yang harus dilakukan antara lain adalah :
Mengelompokkan bahan baku yang telah dipilih berdasarkan kadar protein dari setiap bahan baku tersebut yaitu ;
- Bahan baku kelompok protein Basal : Dedak halus 15,58%, Tepung Jagung 9,50%, Tepung terigu 12,27%
- Bahan baku kelompok protein Suplemen: Tepung ikan 62,99%, Tepung kedelai 43,36%
Melakukan perhitungan rata-rata kandungan bahan baku dari protein basal dan protein suplemen dengan cara melakukan penjumlahan semua bahan baku yang berasal dari protein basal dan membagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein basal. Begitu juga dengan bahan baku suplemen dilakukan penjumlahan kadar protein suplemen kemudian dibagi dengan berapa macam jumlah bahan baku protein suplemen. Dari contoh kasus diatas maka jumlah kadar protein basal dari ketiga bahan baku tersebut adalah 15,58% +9,50% + 12,27% = 37,35%, kemudian nilai rata-rata bahan baku protein basal adalah 37,35% : 3 = 12,45%. Sedangkan jumlah kadar protein suplemendari dua bahan baku tersebutadalah 62,99% + 43,36% =109,35%, kemudian rata-rata bahan baku protein suplemen adalah 109,35% : 2 = 54,68%.
Setelah bahan baku dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu protein basal dan protein suplemen maka langkah selanjutnya adalah membuat kotak segi empat. Pada bagian tengah kotak segi empat diletakkan nilai kandungan protein pakan yang akan dibuat. Pada bagian atas kiri segiempat diletakkan nilai rat-rata kandungan protein basal dan pada bagian bawah kiri segiempat diletakkan nilai ratarata kandungan protein suplemen, lihat pada gambar dibawah ini ;
Lakukan perhitungan untuk mengisi kekosongan nilai pada sisi sebelah kanan segiempat dengan cara diagonal untuk setiap kandungan protein basa dan kandungan protein suplemen tersebut. Pada bagian tengah segiempat tersebut diletakkan kadar protein pakan ikan yang akan dibuat yaitu 35%. Untukmengisi nilai disebelah kanan segiempat bagian atas adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein suplemen maka nilai tersebut adalah melakukan pengurangan nilai protein suplemen dengan kadar protein pakan yaitu 54,68% - 35% = 19,68%. Sedangkan untuk mengisi nilai pada segiempat sisi kanan pada bagian bawah adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein basal bahan baku dilakukan pengurangan antara kadar protein pakan dengan kadar protein bahan baku basal yaitu 35% - 12,45% = 22,55%, maka dapat dilihat pada gambar segiempat dibawah ini adalah sebagai berikut ;
Setelah diperoleh nilai pada keempat sudut segiempat tersebut, langkah selanjutnya adalah melakukan penjumlahan nilai pada bagian sisi sebelah kanan, maka dapat dilihat pada gambar segiempat di bawah ini :
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan komposisi setiap bahan baku yang telah disusun dengan cara sebagai berikut : 19,68% Protein Basal = ---------- X 100% 42,23% = 46,60% 22,55% Protein = ---------- X 100% Suplemen 42,23% = 53,40%
- Dari hasil perhitungan pada langkah sebelumnya maka dapat dihitung komposisi bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan adalah sebagai berikut :
- Komposisi bahan baku yang berasal protein suplemen adalah : Tepung ikan = 53,40% : 2 = 26,7% Tepung kedelai = 53,40% : 2 = 26,7%
- Komposisi bahan baku yang berasal dari protein basal adalah : Dedak halus = 46,60% : 3 = 15,53% Tepung Jagung = 46,60% : 3 = 15,53% Tepung terigu = 46,60% : 3 = 15,53%
Untuk membuktikan bahwa komposisi bahan baku yang dipergunakan untuk membuat pakan ikan mengandung kadar protein 35% yang berarti dalam satu kilogram pakan mengandung 350 gram protein dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Tepung ikan 26,7% X 62,99% = 16,82%
Tepung kedelai 26,7% X 46,36% = 12,38%
Dedak halus 15,53% X 15,58% = 2,42%
Tepung jagung 15,53% X 9,50% = 1,48%
Tepung terigu 15,53% X 12,27% = 1,91%
-------------- +
35,01%
Jika akan membuat pakan ikan sebanyak 100 kg maka komposisi bahan baku yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
Tepung ikan 26,70% X 100 kg = 26,70 kg
Tepung kedelai 26, 70% X 100 kg = 26,70 kg
Dedak halus 15,53% X 100 kg = 15,53 kg
Tepung jagung 15,53% X 100 kg = 15,53 kg
Tepung terigu 15,53% X 100 kg = 15,53 kg
--------------- +
99,99 kg
Jika dalam komposisi bahan baku pembuatan pakan ikan akan ditambahkan bahan tambahan maka jumlah bahan baku utama harus
dikurangi dengan jumlah bahan tambahan yang akan digunakan. Misalnya dalam komposisi bahan pakan tersebut akan ditambahkan vitamin sebanyak 2% dan mineral 2% maka jumlah bahan utama akan berkurang menjadi 100% - 4% (2% + 2%) = 96%. Maka jumlah kadar protein dari bahan utama tersebut ditambahkan agar komposisi bahan baku dari pakan ikan tersebut memenuhi kebutuhan kadar protein pakan yang akan dibuat menjadi (35%) X 100% /96% = 36,46%. Hal ini dilakukan karena vitamin dan mineral tidak mempunyai kandungan protein. Maka komposisi bahan baku menjadi sebagai berikut ;
Pada bagian tengah segiempat tersebut diletakkan kadar protein pakan ikan yang telah ditambahkan menjadi 36,46%. Untuk mengisi nilai di sebelah kanan segiempat bagian atas adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein suplemen maka nilai tersebut adalah melakukan pengurangan nilai protein suplemen dengan kadar protein pakan yaitu 54,68% - 36,46% = 18,22%. Sedangkan untuk mengisi nilai pada segiempat sisi kanan pada bagian bawah adalah nilai protein bahan baku yang berasal dari protein basal bahan baku dilakukan pengurangan antara kadar protein pakan dengan kadar protein bahan baku basal yaitu 36,46% - 12,45% = 24,01%, maka dapat dilihat pada gambar segiempat di bawah ini adalah sebagai berikut
Setelah diperoleh nilai pada keempat sudut segiempat tersebut, langkah selanjutnya adalah melakukan penjumlahan nilai pada bagian sisi sebelah kanan, maka dapat dilihat pada gambar segiempat di bawah ini:
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan komposisi setiap bahan baku yang telah disusun dengan cara sebagai berikut :
18,22%
Protein Basal = --------------- X 96% = 41,42%
42,23%
24,01%
Protein Suplemen = --------------- X 96% = 54,58%
42,23%
Dari hasil perhitungan pada langkah sebelumnya maka dapat dihitung komposisi bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan adalah sebagai berikut :
- Komposisi bahan baku yang berasal protein suplemen adalah: Tepung ikan = 54,58% : 2 = 7,29% Tepung kedelai = 54,58% : 2 = 27,29%
- Komposisi bahan baku yang berasal dari protein basal adalah: Dedak halus = 41,42% : 3 = 13,81% Tepung jagung = 41,42% : 3 = 13,81% Tepung terigu = 41,42% : 3 = 13,81%
Untuk membuktikan bahwa komposisi bahan baku yang dipergunakan untuk membuat pakan ikan mengandung kadar protein 35%
yang berarti dalam satu kilogram pakan mengandung 350 gram protein dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Tepung ikan 27,29% X 62,99% = 17,19%
Tepung kedelai 27,29% X 46,36% = 12,6516%
Dedak halus 13,81% X 15,58% = 2,1516%
Tepung jagung 13,81% X 9,50% = 1,1320%
Tepung terigu 13,81% X 12,27% = 1,6945%
-------------- +
34,82% mendekati 35%
Maka komposisi bahan baku pakan ikan menjadi :
Tepung ikan 27,29%
Tepung kedelai 27,29%
Dedak halus 13,81%
Tepung jagung 13,81%
Tepung terigu 13,81%
Vitamin 2 %
Mineral 2 %
-------------+
100%
6.2.2. Metode aljabar
Metode aljabar merupakan suatu metode penyusunan formulasi yang didasari pada perhitungan matematika yang bahan bakunya dikelompokkan menjadi X dan Y. X merupakan jumlah berat bahan baku dari kelompok sumber protein utama (protein suplement) dan Y merupakan jumlah berat kelompok sumber protein basal. Perhitungannya menggunakan rumus aljabar sehingga didapat formulasi pakan ikan sesuai dengan kebutuhan. Pada persamaan aljabar dalam matematika ada dua metode yang digunakan dalam mencari nilai pada komponen X dan Y yaitu metode substitusi dan metode eliminasi. Metode substitusi adalah suatu metode mencari nilai x dan y dengan cara mengganti dengan beberapa persamaan sedangkan metode eliminasi adalah suatu metode mencari nilai x dan y dengan cara menghilangkan salah satu komponen dalam persamaan tersebut. Contoh kasus menghitung formulasi pakan dengan menggunakan metode aljabar, jika akan dibuat pakan ikan dengan kadar protein 35% dari berbagai bahan baku antara lain adalah tepung ikan (kadar protein 62,65%), tepung kedelai (kadar protein 39,6%), ampas tahu (kadar protein 25,55%), tepung bekicot (kadar protein 54,29%), dedak halus (kadar protein 15,58%) dan tepung jagung (kadar protein 9,50%). Maka tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
Melakukan pengelompokkan bahan baku berdasarkan kadar proteinnya yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bahan baku protein suplemen dan bahan baku protein basal. Dalam metode aljabar dapat dibuat suatu formulasi pakan ikan yang sangat sesuai dengan kebutuhan ikan yang akan mengkonsumsi pakan ikan tersebut. Pada metode segiempat semua bahan baku dari kelompok protein basal dan kelompok protein suplemen dibuat sama, padahal seperti kita ketahui ada kebutuhan bahan baku yang berbeda untuk setiap
jenis ikan. Seperti dalam rekombinasi penggunaan bahan baku bahwa penggunaan bahan mempunyai batas optimum yang dapat digunakan untuk menyusun formulasi pakan. Oleh karena itu dalam menggunakan metode aljabar rekomendasi penggunaan bahan baku dapat diterapkan sesuai dengan jenis ikan yang akan disusun formulasinya. Misalnya dalam formulasi pakan ini ingin dibuat
kandungan bahan baku yang berasal dari tepung ikan dan tepung bekicot sebagai sumber bahan baku hewani adalah 2 kali lebih banyak dari komposisi bahan baku lainnya. Maka komposisi kelompok sumber bahan protein suplemen adalah sebagai berikut:- Tepung ikan kadar protein 62,65% adalah 2 bagian
- Tepung kedelai kadar protein 39,6% adalah 1 bagian
- Ampas tahu kadar protein 25,55% adalah1 bagian
- Tepung bekicot kadar protein 54,29% adalah 2 bagian
Maka dari komposisi kelompok bahan baku protein suplemen tersebut menjadi 6 bagian (2+1+1+2 bagian) maka rata-rata kadar protein dari kelompok ini menjadi :6.2.2. Metode aljabar Metode aljabar merupakan suatu metode penyusunan formulasi yang didasari pada perhitungan matematika yang bahan bakunya dikelompokkan menjadi X dan Y. X merupakan jumlah berat bahan baku dari kelompok sumber protein utama (protein suplement) dan Y merupakan jumlah berat kelompok
sumber protein basal. Perhitungannya menggunakan rumus aljabar sehingga didapat formulasi pakan ikan sesuai dengan kebutuhan. Pada persamaan aljabar dalam matematika ada dua metode yang digunakan dalam mencari nilai pada komponen X dan Y yaitu metode
substitusi dan metode eliminasi. Metode substitusi adalah suatu metode mencari nilai x dan y dengan cara mengganti dengan beberapa
persamaan sedangkan metode eliminasi adalah suatu metode mencari nilai x dan y dengan cara menghilangkan salah satu komponen
dalam persamaan tersebut. Contoh kasus menghitung formulasi pakan dengan menggunakan metode aljabar, jika akan dibuat pakan ikan dengan kadar protein 35% dari berbagai bahan baku antara lain adalah tepung ikan (kadar protein 62,65%), tepung kedelai (kadar
protein 39,6%), ampas tahu (kadar protein 25,55%), tepung bekicot (kadar protein 54,29%), dedak halus (kadar protein 15,58%) dan tepung jagung (kadar protein 9,50%). Maka tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
Tepung ikan kadar protein 62,65% X 2 = 125,30%
Tepung kedelai kadar protein 39,60% X 1 = 39,60%
Ampas tahu kadar protein 25,55% X 1 = 25,55%
Tepung bekicot kadar protein 54,29% X 2 = 108,58%
------------- +
299,03%
Rata-rata kadar protein dari kelompok sumber protein suplement adalah 299,03% dibagi 6 = 49,84% = 0,4984 Sedangkan untuk bahan bakusebagai kelompok protein basa adalah dedak halus dapat digunakan 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan tepung jagung karen aselain harganya murah juga penggunaannya masih dapat lebih besar dari tepung jagung maka komposisi kelompok sumber bahan protein basal adalah sebagai berikut : Dedak halus kadar protein
15,58% adalah 2 bagian Tepung jagung kadar protein 9,50% adalah 1 bagian.
Maka dari komposisi kelompok bahan baku protein basal tersebut menjadi 3 bagian (2+1 bagian) maka rata-rata kadar protein dari kelompok ini menjadi :
Dedak 15,58%X2 = 31,16%
T. Jagung 9,50% X 1 = 9,50%
--------- +
40,66%
Rata-rata kadar protein dari kelompok sumber basal adalah 40,66% dibagi 3 = 13,55% = 0,1355
Langkah selanjutnya menetapkan komponen X dan Y X adalah kelompok sumber protein suplemen Y adalah kelompok sumber protein basal Berdasarkan persamaan aljabar akan diperoleh dua persamaan yaitu : Persamaan 1 adalah X + Y = 100, seperti diketahui bahwa jumlah bahan baku yang akan digunakan untuk menyusun formulasi pakan adalah 100 %. Persamaan 2 adalah 0,4948X + 0,1355Y = 35, nilai 0,4948 adalah rata-rata kadar protein dari kelompok protein suplemen, nilai 0,1355 adalah rata-rata kadar protein kelompok protein basal, sedangkan nilai 35 adalah kadar protein pakan yang akan dibuat.
Setelah mendapatkan dua buah persamaan maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan secara matematika dengan menggunakan metode aljabar untuk mencari nilai x dan y. Nilai x dan y ini dapat diperoleh dengan cara substitusi atau eliminasi. Secara eliminasi : X + Y = 100 (persamaan 1) 0,4948X + 0,1355 Y = 100 (persamaan 2)
Persamaan 1 dikalikan dengan nilai 0,4984 maka diperoleh persamaan 3 yaitu : 0,4984 X + 0,4984Y = 49,84 Persamaan 3 dikurangi dengan persamaan 2 maka hasilnya : X + Y = 100 (persamaan 1) 0,4948X + 0,1355 Y = 100 (persamaan 2) Persamaan 1 dikalikan dengan nilai 0,4984 maka diperoleh persamaan 3 yaitu : 0,4984 X + 0,4984Y = 49,84 Persamaan 3 dikurangi dengan persamaan 2 maka hasilnya :
Setelah diperoleh nilai Y maka
untuk mencari nilai X dengan
cara memasukkan persamaan 1 sehingga diperoleh nilai X yaitu:
X + Y = 100
X = 100 – Y
X = 100 – 40,89
X = 59,11
Secara substitusi : X + Y = 100 (persamaan 1) 0,4948 X + 0,1355 Y = 35 (persamaan 2) Dari persamaan 1 dapat diperoleh persamaan X=100–Y, maka jika nilai X dari persamaan 1 dimasukkan dalam persamaan 2 maka nilai Y akan diperoleh yaitu :
Setelah diperoleh nilai Y maka untuk mencari niali X dengan cara memasukkan persamaan 1 sehingga diperoleh nilai X yaitu:
X + Y = 100
X = 100 – Y
X = 100 – 40,3
X = 59,7
Dari kedua metode dalam persamaan aljabar ini diperoleh nilai yang tidak terlalu berbeda sehingga dapat diperoleh nilai X dan nilai Y, dimana nilai X merupakan komposisi bahan dari protein suplemen dan nilai Y merupakan komposisi bahan darprotein basal.
Langkah selanjutnya adalah menghitung setiap komposisi bahan baku dari nilai X dan Y yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.
Untuk membuktikan bahwa kadar protein pakan dari hasil perhitungan ini mempunyai kadar protein 35% dapat dilakukan pengecekan dengan cara menghitung sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan tersebut terbukti bahwa formulasi pakan dengan menggunakan metode aljabar dapat dengan mudah dibuat dengan kelebihan dapat menggunakan bahan baku sesuai dengan kebutuhan ikan atau kebiasaan makan ikan dan kebutuhan optimal pemakaian bahan baku.
6.2.3. Metode linier
Metode Linier merupakan metode penyusunan formulasi pakan dengan menggunakan rumus matematika dan bisa dibuat programnya melalui komputer. Metode ini dapat diterapkan jika pengetahuan komputer dan matematikanya cukup baik. Pada metode linier dengan melakukan perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus matematika dapat dilakukan dengan cara :
Memilih jenis bahan baku yang akan digunakan dan dibuat suatu tabel dengan beberapapersamaan yang akan digunakan, misalnya akan dibuat pakan ikan dengan kadar protein 35% dengan menggunakan jenis bahan baku antara lain adalah tepung ikan (kadar protein
62,65%), tepung kedele (kadar protein 39,6%), ampas tahu (25,55%), tepung bekicot (kadar protein 54,59%), dedak halus (kadar protein 15, 58%) dan tepung jagung (kadar protein 9,5%).
Nilai Y dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan linier, yaitu :
Nilai X kuadrat dalam persen dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai X pada kolom tersebut kemudian dibagi 100 maka nilai X dalam kuadrat untuk tepung ikan adalah (62,65 X 62,65) dibagi 100 = 39,25. Begitu seterusnya untuk setiap bahan baku yang digunakan sehingga diperoleh nilai seperti pada tabel di bawah ini :
Dari persamaan linier tersebut kita dapat menghitung nilai a dan b sebagai koefisien yang akan dipergunakan untuk menghitung nilai Y dengan cara sebagai berikut :
Setelah diperoleh nilai koefisien a dan b maka dapat dimasukkan dalam persamaan linier untuk mencari nilai Y yaitu Y = 15,98 + 0,02 X.
Dari persamaan tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai Y pada tabel diatas untuk setiap bahan baku yang digunakan, misalnya untuk bahan baku tepung ikan nilai Y nya adalah = 15,98 + (0,02 X 62,65) = 15,58 + 1,253 = 17,23, lakukan perhitungan nilai Y untuk setiap bahan baku yang digunakan sehingga semua nilai Y pada setiap bahan baku dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Setelah diperoleh nilai Y pada setiap bahan baku maka dapatdihitung nilai XY dengan cara mengalikan nilai X dengan nilai Y sehingga dapat diperoleh nilai XY untuk bahan baku tepung ikan adalah 62,65 dikali dengan 17,23 dibagi 100 maka hasilnya adalah 10,79%. Lakukan perhitungan untuk setiap bahan baku yang digunakan sehingga diperoleh nilai seperti pada Tabel dibawah ini :
Langkah selanjutnya adalah menyusun formulasi bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dengan kadar protein 35% dengan metode linier adalah sebagai berikut :
6.2.4. Metode Trial and Error (coba-coba)
Metode coba-coba (Trial and Error) merupakan metode yang banyak digunakan oleh pembuat pakan skala kecil dimana metode ini relatif sangatmudah dalam membuat formulasipakan ikan. Metode ini prinsipnyaadalah semua bahan baku yang akan digunakan harus berjumlah 100%. Jika bahan baku yang dipilih untuk penyusunan formulasi sudah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah mengalikan antara jumlah bahan baku dengan kandungan protein bahan baku. Langkah tersebut dilakukan sampai diperoleh kandungan protein pakan sesuai dengan yang diinginkan. Dalam metode ini maka si pembuat formula harus sudah mengetahui dan memahami kebutuhan bahan baku yang akan digunakan tersebut sesuai dengan kebutuhan ikan dan kebiasaan makan setiap jenis ikan serta kandungan optimal setiap
bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi tersebut. Para peneliti yang menggunakan metode ini biasanya menggunakan rumus matematika biasa yang digunakan dalam persamaam kuadrat atau dengan menggunakan perkalian biasa atau menggunakan metode berat yaitu menghitung dengan caramencoba dan mencoba lagi berdasarkan satuan berat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun pakanikan dengan metode coba-coba (Trial and error) adalah sebagai berikut :
Pilihlah bahan baku yang akan digunakan untuk menyusun pakan ikan dan susunlah berdasarkan kandungan protein pada setiap bahan baku tersebut. Misalnya dalam membuat pakan ikan untuk ikan Mas dengan kandungan protein 35% dengan bahan baku yang digunakan adalah tepung ikan (kadar protein 62,65%), tepung kedele (kadar protein 39,6%), ampas tahu (25,55%), tepung bekicot (kadar protein 54,59%), dedak halus (kadar protein 15, 58%) dan tepung jagung (kadar protein 9,5%). Untuk memudahkan maka dibuat tabel seperti dibawah ini :
Masukkan jumlah bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi pakan sampai semua bahan baku yang digunakan berjumlah 100%. Dalam mengisi kolom jumlah bahan baku harus mempertimbangkan kadar protein bahan baku, jenis ikan yang akan mengkonsumsi bahan baku, macam-macam bahan baku, harga dan kebutuhan optimal bahan baku untuk setiap jenis ikan berdasarkan kebiasaan makannya.
Setelah jumlah bahan baku yang akan digunakan diletakkan pada kolom jumlah bahan baku maka langkah selanjutnya adalah menghitung kadar protein pada setiap bahan baku dengan cara jumlah bahan baku yang akan digunakan dkalikan dengan kadar protein bahan baku. Misalnya untuk tepung ikan mempunyai kadar protein 62,55%, jika akan digunakan sebanyak 20% dari total bahan baku maka kontribusi kadar protein dari tepung ikan adalah 20% dikali dengan 62,55% = 12,51%.
Lakukan perhitungan untuk semua bahan baku sehingga diperoleh nilai seperti dalam tabel dibawah ini.
Setelah dimasukkan kedalam tabel tersebut lakukan penjumlahan dan dicek apakah jumlah kadar protein semua bahan baku tersebut sudah 35% . Jumlah kadar protein semua bahan baku itu adalah 12,51 + 5,94 + 4,09 + 8,14 + 3,12 + 0,95 = 34,75. dari hasil coba-coba tersebut baru diperoleh kadar protein semua bahan baku adalah 34,75%, padahal kadar protein pakan yang diinginkan adalah 35% maka masih kekurangan kadar protein sebanyak 0,25%, maka dari bahan baku yang digunakan harus ditambahkan bahan baku yang kadar proteinnya tinggi dan mengurangi jumlah bahan baku yang kadar proteinnya rendah sampai benar-benar diperoleh nilai kadar protein sebesar 35%. Maka komposisi pakan ikan kadar 35% yang telah diperbaiki menjadi seperti tabel dibawah ini:
Untuk melengkapi komposisi pakan dari keempat metode diatas sebaiknya dilakukan perhitungan nilai energi dari formulasi pakan
tersebut. Formulasi pakan yang telahdibuat tersebut dapat memberikan pertumbuhan yang optimal pada ikan budidaya jika pakan yang dibuat tersebut mempunyaiperbandingan/rasio protein energi berkisar antara 8 – 10. Nilaiperbandingan antara protein dan energi (digestible energi) dapatdilakukan perhitungan. Adapun cara
melakukan perhitungan adalah
sebagai berikut :
Misalnya komposisi pakan yang telah diperoleh adalah dari hasil perhitungan seperti yang telahdilakukan dengan metode trial and error sebagai berikut :
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk kadar lemak dan karbohidrat dari setiap bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan sebagai berikut :
Setelah itu lakukan perhitungan kadar karbohidrat bahan baku, karbohidrat dalam analisa proksimat merupakanpenjumlahan dari serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Dari hasil perhitungan diperoleh kandungan nutrisi dari formulasi pakan yang telah dibuat yaitu :Kadar protein : 35 %
Kadar Lemak : 9,9% Kadar Karbohidrat : 27,14% Pada penjelasan tentang energi pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang nilai energi dari setiap bahan makanan dimana berdasarkan nilai Gross Energi (GE) diketahui 1 gram protein setaradengan 5,6 kkal/g, sedangkan untuk satu gram lemak adalah 9,4 kkal/g dan untuk satu gram karbohidrat adalah 4,1 kkal/g. Dengan berdasarkan nilai GE dapat dihitung nilai energi yang dapat dicerna oleh ikan yaitu 80% dari nilai GE maka 1 gram protein setara dengan 4,48 kkal/g, sedangkan untuk satu gram lemak adalah 7,52 kkal/g dan untuk satu gram karbohidrat adalah 3,28 kkal/g. Maka dalam komposisi pakan
dengan kandungan protein 35% berarti dalam satu kilogram pakan terdapat 350 gram protein, 99 gram lemak dan 271,4 gram karbohidrat. Untuk memperoleh nilai jumlah energi dari formulasi pakan tersebut dilakukan penjumlahan nilai energi yang berasal dari protein, lemak dan karbohidrat yaitu :
Hal ini berarti dalam satu gram protein yang dihasilkan dari formulasi pakan tersebut diimbangi dengan energi sebesar 9,15 kkal, yang
berarti energi yang diperoleh dari hasil perhitungan formulasi pakan tersebut sudah memenuhi kriteria kebutruhan ikan akan energi yaitu berkisar antara 8 – 10.
6.2.5. Metode worksheet Metode yang terakhir dan saat ini banyak digunakan oleh pembuat pakan adalah metode worksheet. Metode ini dapat menggunakan alat bantu komputer untuk menghitung jumlah bahan baku yang digunakan dengan membuat lembar kerja pada program microsoft excell. Data kandungan nutrisi bahan baku dan jenis bahan baku yang akan digunakan dimasukkan dalam data
tersebut dan berapa jumlah kebutuhan untuk setiap jenis bahan baku harus mengalikan antara persentase bahan baku yang digunakan dengan kandunganprotein, lemak dan karbohidrat bahan baku, dengan program ini hanya membantu dalam perkalian antarakolom yang satu dengan kolam yang lainnya dengan program komputer.Prinsipnya adalah hampir sama dengan trial and error atau mau menggunakan metode apa saja untuk mengisi kolom jumlah bahanbaku yang akan digunakan dimana pada metode ini perhitungan dapat dibantu dengan komputer. Metode ini dapat mempermudah para pembuat formulasi untuk memperoleh formulasi pakan yang lengkap dengan kandungan energi dari formulasi pakan yang dibuat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun formulasi pakan dengan metode worksheet adalah sebagai berikut :
Lakukan pemilihan terhadap jenis bahan baku yang akan digunakan dalam membuat pakan ikan. Misalnya akan dibuat pakan ikan Mas, ikan Mas ini merupakan salah satu jenis ikan berdasarkan kebiasaan makannya adalah ikan dari kelompok omnivora yaitu kelompok ikan pemakan segala. Oleh karena itu jenis bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat bersumber dari hewani, nabati atau limbah hasil pertanian.Selain itu dengan menggunakan berbagai sumber bahan baku akan saling melengkapi
kekurangan dan kelebihan zat nutrisi yang terkandung di dalam setiap bahan baku. Misalnya bahan baku yang akan digunakan adalah tepung ikan, tepung kedelai, tepung bekicot, tepung terigu, dedak, tepung jagung, vitamin dan mineral dengan komposisi zat nutrisi
pada setiap bahan baku tersebut adalah seperti pada tabel dibawah ini.
Dari tabel pada tahap sebelumnya tentukan terlebih dahulu jumlah setiap bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan mas dan kadar protein, lemak dan karbohidrat serta energi (kalori) pakan buatan yang akan dibuat. Misalnya kadar protein pakan adalah 35%, kadar lemak adalah 10% dan kadar karbohidrat kurang dari 40% dengan nilai energi (kalori) pakan buatan adalah 3500 sehingga ratio/perbandingan protein dan energi adalah 10.
Buatlah perkiraan jumlah setiap bahan baku yang akan digunakan dengan cara menggunakan menggunakan metode yang anda inginkan dan masukkan dalam kolom yang berisi jumlah bahan baku dan hitunglah kadar protein, lemak dan karbohidratnya. Adapun worksheet yang dibuat seperti tabel dibawah ini :
Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah bahan baku yang akan digunakan dan dimasukkan dalam worksheet kedua seperti dibawah ini.
Hitunglah kandungan protein, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dari perkiraan formulasi di atas sampai dioeroleh nilai seperti yang diinginkan dengan menggunakan metode coba-coba atau sesuai keinginan pembuat formulasi. Dan letakkan hasil perhitungannya pada bagian sudut kanan setiap kandungan nutrisi bahan baku seperti worksheet dibawah ini :
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan komputer dengan program excell (misalnya kolom 2 dikalikan dengan kolom 3 dibagi 100) atau dengan menggunakan perhitungan matematika biasa dalam metode coba-coba dimana jumlah bahan baku dikalikan dengan kadar protein dibagi 100, begitu juga dengan kadar lemak dan karbohidrat (Bahan ekstrak tanpa nitrogen). Dari hasil perhitungan itu ternyata hasil yang diperoleh belum sesuai dengan keinginan penyusun pada awalnya maka harus dilakukan perhitungan ulang sampai diperoleh nilai yang pas dengan rencana. Pada perhitungan tersebut diperoleh kadar protein yang kurang dari 35%, begitu juga dengan kadar lemak sedangkan karbohidratnya berlebih, maka dalam menghitung kebutuhan jumlah bahan baku selanjutnya harus ditambahkan bahan baku yang mempunyai kadar protein tinggi dan mengurangi bahan baku yang kandungan karbohidratnya tinggi. Oleh karena itu harus dibuat kembali worksheets selanjutnya seperti dibawah ini :
Setelah diperoleh kadar nutrisi bahan baku pakan sesuai dengan rencana langkah selanjutnya adalah menghitung nilai energi dari
komposisi bahan baku sebagai berikut :
Image:adn.jpg
Hal ini berarti dalam satu gram protein yang dihasilkan dari formulasi pakan tersebut diimbangi dengan energi sebesar 10,1 kkal,
yang berarti energi yang diperoleh dari hasil perhitungan formulasi pakan tersebut sudah memenuhi kriteria kebutuhan ikan akan energi yaitu berkisar antara 8 – 10.
6.3 PROSEDUR PEMBUATAN PAKAN
Setelah ditentukan komposisi bahan baku yang akan dibuat pakan buatan dengan menggunakan salah satu metode, langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan pakan ikan. Prosedur dalam pembutan pakan ikan dapat dikelompokkan berdasarkan skala usahanya yaitu:
Skala besar yaitu pembuatan pakan ikan secara besar/pabrikasi
Skala sedang yaitu pembuatan pakan untuk memenuhi kegiatan produksi dengan peralatan sedang
Skala kecil yaitu pembuatan pakan secara sederhana dengan menggunakan peralatan rumahtangga.
Dalam proses pembuatan pakan ikan diperlukan beberapa peralatan baik untuk skala pabrikasi, sedang dan skala rumah tangga. Adapun peralatan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi :
Alat penepung (grinding)
Alat pencampur (mixing)
Alat pengukus / pemanas (steaming)
Alat pencetak (pelleting)
Alat pengering (drying)
Alat pengepak/pengemasan (packing)
Alat penepung (Grinding)
Alat penepung digunakan untuk membuat semua bahan baku yang akan digunakan berubah menjadi tepung. Seperti penjelasan sebelumnya, sebelum membuat pakan diharuskan untuk memilih jenis-jenis bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan.
Jenis-jenis bahan baku yang telah dipilih dan ditentukan jumlahnyaberdasarkan hasil perhitungan formulasi pakan pada materi sebelumnya, selanjutnya dilakukan proses penepungan terhadap bahan-bahan baku tersebut. Bahan baku yang akan dibuat menjadi
pakan buatan semuanya harus dalam bentuk tepung karena jika ada bahan baku yang tidak dalam bentuk tepung akan terjadi campuran bahan baku yang tidak homogen dan akan menyebabkan pakan yang akan dibuat tidak dapat menggumpal dengan baik. Penghalusan bahan baku sampai menjadi tepung ini menggunakan alat bantu penepungan .
Penepungan bahan baku harus dilakukan agar proses pembuatan pakan sesuai prosedur. Bahan baku untuk pembuatan pakan
buatan pada umumnya adalahbahan baku kering. Ukuran tepung untuk bahan baku pakan buatan dalam bentuk pellet sebaiknya berukuran kurang dari 0,6 mm, agar daya ikat antar partikel bahan baku lebih kuat sehingga tidak mudah larut dalam air. Untuk mendapatkan ukuran tepung yang diinginkan tersebut kita dapat mengatur saringan yang terdapat pada alat penepung dengan cara mengganti/menukar saringannya sesuai dengan yang diinginkan. Namun perlu diingat dalam menggunakan saringan pada alat penepung sebaiknya bertahap, yaitu saringan yang digunakan pertama kali harus saringan yang paling kasar sampai yang terakhir saringan yang paling halus atau ukuran saringan yang diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan agar
dalam proses penepungan tidak terjadi kemacetan pada mesin yang dapat mengakibatkan kerusakan mesin.
Ada dua jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan penepungan bahan baku. Peralatan yang digunakan pada proses penepungan menggunakan saringan adalah menggunakan alat penepung disk mill (Gambar 6.1) dan hammer mill (Gambar 6.2).
Disc mill adalah alat penepung yang bekerja dengan cara berputarnya suatu pasangan piringan logam baja yang satu berputar sedangkan yang lainnya sebagai landasan. Bahan baku yang akan ditepung berada padadua kepingan logam tersebut, kemudian bahan baku yang telah dihancurkan akan dilakukan proses penyaringan dalam peralatan inisecara langsung. Sedangkan hammer mill adalah alat penepung yang bekerja dengan cara prinsip palu yaitu memukul suatu bahan baku yang akan ditepung pada sistem saringan yang berfungsi sebagai lempengan plat yang akan terpukul semua bahan baku dan tersaring pada saringan tersebut.
Disc mill dan hammer mill ini dibuat dengan berbagai macam kapasitas produksi bergantung pada keinginan pemakai alat ini bisa digunakan untuk skala pabrikasi , skala menengah atau skala rumah tangga. Kapasitas produksi peralatan ini mulai dari 1kg perjam sampai satu ton perjam.
Alat pencampur
Setelah penepungan bahan baku dilakukan terhadap semua jenis bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan pakan buatan
adalah melakukan penimbangan ulang bahan baku sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan
sebelumnya. Selanjutnya bahan baku yang telah ditimbang tersebut selesai, dilakukan proses pencampuran. Proses pencampuran bahan baku harus dilakukan dengan cara mencampur bahan baku yang jumlahnya paling sedikit kemudian secara bertahap ditambahkan jenis bahan baku lainnya yang jumlahnya semakin banyak. Hal ini bertujuan agar semua bahan baku tersebut dapat tercampur secara homogen. Pencampuran bahan baku kering yang sempurna akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan bahan baku tersebut jika sudah dicampur dengan air menjadi adonan dan siap dibentuk sesuai keinginan.
Proses pencampuran bahan baku menjadi suatu campuran yang homogen dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pencampur baik alat pencampur vertikal (Vertical mixer) (Gambar 6.3) maupun horizontal (horizontal mixer) (Gambar 6.4). Pemakaian jenis alatpencampur ini sangat bergantung kepada kapasitas produksi .
Alat pemanas/pengukus
Alat pemanas ini biasanya dilakukan jika dalam membuat pakan ikan menggunakan beberapa bahan baku yang mengandung zat antinutrisi. Dimana dengan perlakuan pemanasan zat antinutrisi ini akan menjadi tidak aktif dan dapat meningkatkan pemakaian nutrien
tersebut. Beberapa zat antinutrisi yang terdapat pada beberapa bahan baku pakan menurut Millamena et al (2000) dapat dilihat pada Tabel 6.8. Zat antinutrisi ini misalnya pada bahan baku kedele mentah atau jenis-jenis legumes dapat mempengaruhi laju pencernaan bahan tersebut di dalam sistem pencernaan ikan.
Alat pencetak
Alat pencetak adalah alat yang digunakan untuk mencetak pakan buatan. Bentuk alat pencetak ini sangat bergantung pada bentuk pakan buatan yang akan dicetak. Bentuk pakan buatan yang biasa di buat adalah pakan kering dalam bentuk pellet dan ukuran pakannya disesuaikan dengan peruntukkan ikan. Alat pencetak (pelleting) untuk skala rumah tangga dapat digunakan alat pengiling daging (Gambar 6.5), sedangkan skala menengah dapat menggunakan alat pelleting (Gambar 6.6) dan skala besar/pabrikasi dengan menggunakan alat pelleting otomatis (gambar 6.7). Panjang dan diameter pellet ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan (Gambar 6.8).
Alat pengering
Pada skala usaha rumahtangga alat yang digunakan untuk mengeringkan pakan buatan adalah sinar matahari atau oven biasa. Pada industri skala menengah biasanya menggunakan oven listrik sedangkan pada industri skala besar pakan buatan yang dibuatnya menggunakan alat pencetak yang lengkap dengan alat pemanas (steam) sehingga pellet yang dihasilkan sudah dalam bentuk pellet kering.
Prosedur pembuatan pakan skala besar/pabrikasi
Pada skala besar dimana biasanya menggunakan peralatan yang cukup canggih dan lengkap dengan skala produksi dapat mencapai 1-20 ton perhari. Adapun langkah pengerjaan pakan ikan ini dilakukan dengan alur proses seperti Gambar dibawah ini (Gambar 6.6 )
Tahap awal dalam pabrik pakan skala pabrikasi dilakukan persiapan bahan baku dimana semua bahan baku di pabrik disimpan pada alat yang disebut silo (Gambar 6.7).
Setiap bahan baku yang disimpan dalam silo ada yang sudah ditepung terlebih dahulu atau masih dalam bentuk bahan mentah. Jika bahan baku masih dalam bentuk mentah maka dilakukan proses penepungan terlebih dahulu sampai semua jenis bahan baku tersebut menjadi tepung. Bahan baku yang dibuat menjadi tepung adalah bahan baku dalam bentuk kering. Proses tahap awal ini biasa disebut milling. Setelah semua bahan baku menjadi tepung langkah kedua adalah melakukan pencampuran bahan baku (mixing), sebelum bahan baku kering tersebut dilakukan pencampuran harus dilakukan penimbangan terlebih dahulu terhadap bahan baku tersebut sesuai dengan formulasi yang telah disusun sebelumnya. Bahan-bahan tambahan seperti vitamin, mineral dan minyak sebagai sumber lipid biasanya ditambahkan setelah semua bahan tercampur sempurna (homogen) kemudian dibiarkan selama 15 menit.
Langkah selanjutnya adalah mecetak pellet menjadi bentuk pellet dengan ukuran yang telah ditentukan (pellleting), ukuran pellet ini berkisar antara 1 – 22 mm. Pada skala pabrik pellet yang telah tercetak akan langsung masuk kedalam mesin uap (steam) yang sudah terangkai secarapararel dengan peralatan pellleting. Langkah terakhir dalam proses
pembuatan pakan adalah pengemasan dan penyimpanan pakan. Dalam skala pabrikasi pellet
yang telah tercetak biasanya langsung dikemas dalam prosesnya dibuat secara berangkai dengan proses pencetakan pellet. Mesin yag
digunakan untuk mengemas pakan ini dilakukan secara otomatis.Setiap bahan baku yang disimpan dalam silo ada yang sudah ditepung
terlebih dahulu atau masih dalam bentuk bahan mentah. Jika bahan baku masih dalam bentuk mentah maka dilakukan proses penepungan terlebih dahulu sampai semua jenis bahan baku tersebut menjadi tepung. Bahan baku yang dibuat menjadi tepung adalah bahan baku dalam bentuk kering. Proses tahap awal ini biasa disebut milling. Setelah semua bahan baku menjadi tepung langkah
kedua adalah melakukan pencampuran bahan baku (mixing), sebelum bahan baku kering tersebut dilakukan pencampuran harus
dilakukan penimbangan terlebih dahulu terhadap bahan baku tersebut sesuai dengan formulasi yang telah disusun sebelumnya.
Bahan-bahan tambahan seperti vitamin, mineral dan minyak sebagai sumber lipid biasanya ditambahkan setelah semua bahan tercampur
sempurna (homogen) kemudian dibiarkan selama 15 menit. Langkah selanjutnya adalah mecetak pellet menjadi bentuk pellet dengan ukuran yang telah ditentukan (pellleting), ukuran pellet ini berkisar antara 1 – 22 mm. Pada skala pabrik pellet yang telah tercetak akan
langsung masuk kedalam mesin uap (steam) yang sudah terangkai secara pararel dengan peralatan pellleting. Langkah terakhir dalam proses pembuatan pakan adalah pengemasan dan penyimpanan pakan. Dalam skala pabrikasi pellet yang telah tercetak biasanya
langsung dikemas dalam prosesnya dibuat secara berangkai dengan proses pencetakan pellet. Mesin yag digunakan untuk mengemas pakan ini dilakukan secara otomatis.
Pengemasan pakan
Pengemasan/pengepakan pakan buatan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan pakan sebelum didistribusikan kepada konsumen. Pengemasan pakan buatan dapat dilakukan secara langsung dari proses pembuatan pakan. Dengan pengemasan yang benar akan sangat menentukan daya simpan pakan buatan . pengemasan yang baik akan dapat meningkatkan daya simpan pakan buat semakin lama sebelum dijual dan tetap mempertahankan kualitas pakan buatan.
Oleh karena itu, agar pakan buatan yang sudah kering sampai kadar airnya berkisar antara 10 – 12% sebelum dijual atau digunakan oleh konsumen dan tetap terjaga kadar airnya didalam kemasan sehingga pakan buatan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dengan kualitas tetap terjaga, maka pakan buatan harus dikemas dengan rapi dan terisolasi dengan udara bebas, sehingga tidak mudah terkontaminasi.
Bahan yang umum digunakan untuk mengemas pakan buatan antara lain adalah karung plastik anyaman untuk bagian luar sedangkan untuk bagian dilapisi kantong plastik tipis, transparan. Bagian kantong plastik itulah yang membuat pellet/pakan buatan terisolasi dari udara bebas, sedangkan karung plastik anyaman merupakan pelindung agar kantong plastik tidak mudah bocor serta memudahkan dalam pengangkutan. Jenis bahan kemasan yang lainnya adalah dari kertas semen yang dibuat seperti kantong dan biasanya digunakan untuk mengemas pakan yang mempunyai berat antara 5–10 kg. Kantong kertas semen ini merupakan bagian luar dari kantong kemasan, sedangkan pada bagian dalamnya merupakan kantong plastik tipis dan transparan.
Dalam melakukan pengemasan pakan buatan dibutuhkan alat untuk memasukkan pakan langsung ke dalam kantong kemasan dan dilakukan penjahitan pada kantong bagian dalam dan bagian luar. Pada pengemasan skala pabrik semua alat pengemasan sudah terangkai menjadi satu pada saat pakan buatan masuk kedalam kantong kemasan langsung dilakukan penjahitan otomatis pada kemasan
tersebut. Tetapi pada beberapa perusahaan kecil proses pengemasan dilakukan secara manual dengan memasukkan pakan buatan kedalam kantong dan ditimbang beratnya secara manual, kemudian dilakukan penjahitan kantong kemasan dengan menggunakan mesin jahit portable untuk plastik kemasan.
Pakan buatan yang dikemas dalam kemasan yang benar akan mempunyai daya simpan yang relatif lebih panjang daripada pakan yang tidak dikemas dengan benar. Dengan tidak adanya udara bebas dalam kantong kemasan maka mikroorganisme perusak pakan
buatan tidak dapat tumbuh sehingga pakan buatan yang dikemas dengan prosedur yang benar akan mampu
disimpan dalam jangka waktu 90-100 hari.
Jumlah pakan buatan dalam setiap kantong kemasan berbeda mulai dari ukuran 5 kg perkemasan sampai 50 kg perkemasan. Ukuran kemasan 5 kg – 10 kg biasanya digunakan untuk mengemas pakan buatan untuk ikan dalam kelompok larva/benih, sedangkan kemasan 25 kg – 50 kg biasanya digunakan untuk mengemas pakan buatan untuk ikan kelompok grower/pembesaran dan induk ikan.
Penyimpanan pakan
Proses terakhir dari suatu usaha pembuatan pakan adalah penyimpanan. Penyimpanan pakan buatan yang telah dibuat harus dilakukan dengan benar agar pakan yang telah dibuat tidak mengalami kemunduran mutu pakan. Dalam menyimpan pakan buatan ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi stabilitas nutrient pakan yang disimpan antara lain adalah :
Kadar air pakan yang akan disimpan sebaiknya tidak lebih dari 10% agar tidak diserang jamur dan serangga.
Kelembaban relatif ruangan penyimpanan pakan sebaiknya kurang dari 65%, jika lebih dari 65% akan cepat merangsang pertumbuhan jamur dan serangga.
Suhu ruangan penyimpanan pakan yang tinggi akan merusak dan mengurangi ketersediaan nutrient pakan. Suhu ruangan yang ideal untuk menyimpan pakan adalah 20oC.
Supply oksigen di dalam ruangan penyimpanan harus mencukupi. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat ruangan penyimpanan yang banyak terdapat ventilasi. Dengan adanya ventilasi yang cukup akan terdapat pergantian udara yang cukup didalam ruangan penyimpanan yang akan mengakibatkan rendahnya suhu didalam ruangan.
Kadar lemak dalam pakan, pakan buatan padaumumnya mengandung lemak, selama proses penyimpanan lemak yang terdapat didalam pakan jika ruangan tidak memenuhi syarat maka lemak yang terkandung didalam pakan akanmengakibatkan proses
peroksidasi lemak terjadi dan pakan akan tengik dan baubusuk.
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas maka dalam melakukan proses penyimpanan pakan buatan ada beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam menyimpan pakan buatan dalam bentuk kering yaitu :
Ruang penyimpanan pakan harus bersih, kering, aman dan memiliki ventilasi yang baik. Sebaiknya ruang penyimpanan pakan berhubungan langsung dengan sinar matahari.
Kemasan pada pakan harus terdapat label pakan dan kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan serta masa kadaluarsa pakan tertera pada kemasan (tanggal kadaluarsa pakan)
Tumpukan kemasan pakan dalam tempat penyimpanan pakan sebaiknya tidak lebih dari enam tumpukan, dan jarak palet yaitu kayu tempat meletakkan pakan dalam ruang penyimpanan berjarak 12 – 15 cm dari dasar lantai agar tidak terjadi kerusakan pakan yang ada didasar olehserangga, kutu dan abu serta sirkulasi udara dari bawah cukup baik.
Lama penyimpanan pakan buatan didalam ruang penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari tiga bulan. Gunakan pakan yang diproduksi terlebih dahulu baru pakan yang diproduksi selanjutnya (First infirst out)
Jangan berjalan diatas tumpukan pakan, hal ini dapat mengakibatkan rusak dan hancurnya pakan buatan.
Prosedur pembuatan pakan skala menengah atau rumah tangga
Proses pembuatan pakan skala rumah tangga dengan skala menengah tidak jauh berbeda, dimana tahapannya dimulai dari :
Pemilihan bahan baku
Penepungan bahan baku (grinding)
Pengayakan bahan baku (screening)
Penimbangan bahan baku (weighing)
Pencampuran bahan baku (mixing)
Pencampuran adonan kering danbasah
Pencetakan (pelleting)
Pengeringan pellet
Pengemasan pellet
Penyimpanan pakan buatan.
Kesepuluh tahapan prosedur pembuatan pakan ini harus dilakukan untuk memperoleh pakan buatan yang sesuai dengan keinginan. Langkah pertama dilakukan pada saat sebelum menyusun formulasi pakan dan pemilihan bahan baku pada saat akan dilakukan proses pembuatan pakan adalah dengan memilih bahan baku yang bermutuagar pakan yang akan dibuat juga menghasilkan bentuk pakan yang sesuai. Bentuk pakan buatan yang akan dibuat mempunyai ukuran sesuai dengan kebutuhan ikan. Para pembudidaya ikan yang akan membuat pakan ikan biasanya menggunakan acuan seperti Tabel 6.2.
Setelah penyusunan bahan baku selesai dibuat langkah selanjutnya adalah melakukan penepungan setiap jenis bahan baku. Bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan semua harus dalam bentuk tepung dan semuanya harus berukuran sama. Pada skala rumah tangga biasanya para pembudidaya membeli bahan baku dalam bentuk tepung tetapi ukuran tepungnya berbeda. Oleh karena itu harus dilakukan penyaringan semua jenis bahan baku tersebut dengan menggunakan saringan atau ayakan khusus tepung. Hal ini harus dilakukan pada semua bahan baku yang akan digunakan sampai ukuran partikel bahan baku tersebut semuanya sama. Saringan yang digunakan adalah saringan yang mempunyai ukuran khusus tepung.
Bahan baku yang telah menjadi tepung selanjutnya dilakukan penimbangan sesuai dengan formulasi pakan yang telah dibuat sebelumnya dan diletakkan dalam wadah yang terpisah. Kemudian dilakukan pencampuran bahan baku dari mulai bahan baku yang paling
sedikit sampai yang terbanyak. Hal ini dilakukan agar semua bahan baku tersebut tercampur secara homogen.
Jika menggunakan alat pencampur mixer maka bahan baku yang dicampur kedalam alat tersebut adalah bahan baku kering, minimal
pencampuran dilakukan selama lima menit. Pada proses skala rumah tangga dapat dilakukan pencampuran bahan baku kering dan pencampuran bahan baku basah. Hal ini dilakukan jika bahan baku yang digunakan sebagai perekat misalnya kanji dan untuk meningkatkan tingkat kecernaan kanji tersebut dalam pakan ikan maka kanji tersebut dibuat adaonan basah yang terpisah dari bahan baku lainnya. Dengan cara melakukan pemanasan kanji dengan air seperti membuat lem (sebagai acuan dapat digunakan 50 gram kanji dimasak dalam 200 ml air untuk membuat adonan pakan sebanyak 1000 gram) sampai kanji tersebut lengket seperti jelli.Jika menggunakan adonan basah dalam membuat pakan ikan maka harus dilakukan pencampuran antara bahan kering dan bahan basah tersebut sampai benar-benar diperoleh campuran yang homogen. Untuk melihat apakah campuran tersebut benar-benar tercampur buatlah bentuk adonan tersebut bolabola dan adonana tersebut sudahtidak lengket ditangan. Setelah dilakukan pencampuran bahan baku secara homogen langkah selanjutnya adalah membuat pakan buatan sesuai dengan bentuk pakan buatan yang ditentukan. Pakan buatan yang akan diberikan kepada ikan air ada berbagai macam bentuk antara lain adalah tepung, remahan dan pellet. Bentuk pellet ada berbagai macam ukuran mulai dari 1 mm sampai 5 mm sesuai dengan peruntukkannya.
Proses selanjutnya setelah pakan buatan dicetak adalah melakukan pengeringan terhadap pakan yang telah dicetak. Pakan tersebut
kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dengan menggunakan sumber panas alami yaitu sinar matahari. Proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari bisa memakan waktu 2-3 hari jika sinar matahari bersinarsepanjang hari. Jika menggunakan alat pengering hanya beberapa jam saja tergantung suhu pemanasan didalam oven sampai kadar air dalam pakan tersebut adalah kurang dari 10%. Hal ini bertujuan agar pakan yang dibuat mempunyai daya simpan lama dan proses pembusukan dihambat karena kadar air dalam bahan pakan sangat rendah.
Setelah pakan buatan dicetak dan dikeringkan langkah selanjutnya adalah melakukan pengemasan dan penyimpanan pakan ikan seperti yang dilakukan pada skala pabrikasi. Jika anda bertujuan untuk menjual produk pakan ikan kepada masyarakat dan dilakukan sebagai suatu usaha produksi pakan ikan maka pakan ikan yang telah dibuat harus dilakukan uji coba terhadap pakan yang telah dibuat tersebut. Uji coba pakan yang telah dibuat sebelum digunakan oleh ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut adalah uji secara kimia, uji secara fisik dan uji secara biologis. Pengujian tersebut sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan validitas data uji coba terhadappakan buatan yang akan digunakan. Oleh karena itu kita akan membahas dalam subbab selanjutnya tentang uji coba pakan ikan.
2. Uji kadar protein, kadar protein pellet yang dibuat harus benarbenardisesuaikan dengan ukuran ikan dan jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut. Prinsip pengujian kadar protein di laboratorium adalah dengan menggunakan caraKyeldahl yaitu menentukan kadar protein secara tidak langsung.Cara ini adalah dengan menentukan kadarN-nyakemudian mengalikan dengan protein 6,25. Peralatan yang digunakan untuk mengukur kadarprotein pakan ikan denganperalatan semi mikrokjeldahl .Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.9.
3. Uji kadar lemak, kadar lemk dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan. Prinsip pengujian kadar lemak adalah bahan makanan akan larut di dalam petrelium eter disebutlemak kasar. Uji inimenggunakan alat yang disebut Soxhlet. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.10.
4. Kadar Serat kasar, kadar serat kasardalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya adalah kurang dari 7%. Serat kasar ini diperlukan untuk menambah baik srtuktur pellet. Kandungan serat kasar yang terlalu tinggi pada pakan buatan akan mempengaruhi data cerna dan penyerapan didalam alatpencernaan ikan. Prinsip pengujian kadar serat kasar adalah menentukan zat organik yang tidak larut dalam asam kuat dan basa kuat dan disertai pemanasan. Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kadar serat kasar
adalah peralatan soxlet ditambah dengan peralatan lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.11.
5. Kadar abu, kadar abu dalam pakan buatan sebaiknya kurang dari 12%. Kadar abu ini merupakan bahan anorganik, jika kadar abu tinggi dalam pakan buatan berarti pakan buatan tersebut tidak akan memberikan pertumbuhan yang baik untuk ikan. Prinsip pengujian kadar abu ini adalah bahan makanan dilakukan pemanasan didalam tanur listrik yang bersuhu 600oC. Pada suhu tersebut semua
bahan organik akan menguap dan yang tertinggal hanya bahan anorganik yaitu abu. Peralatan untuk melakuakn pengukuaran kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur listrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.12.5. Kadar abu, kadar abu dalam pakan buatan sebaiknya kurang dari 12%. Kadar abu ini merupakan bahan anorganik, jika kadar abu tinggi dalam pakan buatan berarti pakan buatan tersebut tidak akan memberikan pertumbuhan yang baik untuk ikan. Prinsip pengujian kadar abu ini adalah bahan makanan
dilakukan pemanasan didalam tanur listrik yang bersuhu 600oC. Pada suhu tersebut semua bahan organik akan menguap dan yang tertinggal hanya bahan anorganik yaitu abu. Peralatan untuk melakuakn pengukuaran kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur listrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.12.
Adapun prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan uji coba secara kimia yang disebut dengan melakukan uji analisa proksimat dapat menggunakan beberapa metode. Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode yang dapat dilakukan dalam melakukan
pengukuran beberapa parameter uji kimia pakan ikan. Adapun prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang biasa disebut dengan Metode Gravimetri. Prinsip : Air akan menguap seluruhnya jika bahan makanan dipanaskan pada suhu 105–110 oC. Peralatan :
Botol timbang bertutup/cawan
Dessiccator/Eksikator
Oven
Neraca analitik
Langkah Kerja 1 :
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 110o C selama 1jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang (x1).
Timbang bahan/contoh yang telah dihaluskan sebanyak 2 – 3 gram (a) lalu dimasukkan kedalam cawan X1 .
Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven selama 4 – 6 jam pada suhu 105 – 110o C, dinginkan dalam eksikator kemudian timbang, lakukan pemanasan kembali dalam oven selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator dan timbang, lakukan hal tersebut sampai tercapai berat yang konstan (selisih penimbangan berturutturut kurang dari 0,02 gram).
Hitunglah persentase kadar air bahan yang dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang biasa disebut dengan Metode Gravimetri. Prinsip : Air akan menguap seluruhnya jika bahan makanan dipanaskan pada suhu 105–110 oC.Peralatan :
Botol timbang bertutup/cawan
Dessiccator/Eksikator
Oven
Neraca analitik
Langkah Kerja 1 :
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 110o C selama 1jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang (x1).
Timbang bahan/contoh yang telah dihaluskan sebanyak 2 – 3 gram (a) lalu dimasukkan kedalam cawan X1 .
Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven selama 4 – 6 jam pada suhu 105 – 110o C, dinginkan dalam eksikator kemudian timbang, lakukan pemanasan kembali dalam oven selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator dan timbang, lakukan hal tersebut sampai tercapai berat yang konstan (selisih penimbangan berturutturut kurang dari 0,02 gram).
Hitunglah persentase kadar air bahan yang dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Prosedur pengukuran kadar air dapat dilakukan berdasarkan prrosedur Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan menggunakan pengukuran dengan SNI yang merupakan suatu standar dalam melakukan pengukuran yang telah diakreditasi secara internasional yang disebut dengan ISO 17025 mengenai Internasional Standar Operational untuk kegiatan laboratorium. Oleh karena itu bagi para penguji yang laboratoriumnya telah mendapatkan sertifikat ini akan menggunakan prosedur pengujian dengan prosedur SNI.
Langkah Kerja SNI :
Timbang dengan seksama 1-2 g cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya (W1).
Keringkan pada oven suhu 105oC selama 3 jam
Dinginkan dalam eksikator
Timbang (W), ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetapProsedur pengukuran kadar air dapat dilakukan berdasarkan prrosedur Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan menggunakan pengukuran dengan SNI yang merupakan suatu standar dalam melakukan pengukuran yang telah diakreditasi secara internasional yang disebut dengan ISO 17025 mengenai Internasional
Standar Operational untuk kegiatan laboratorium. Oleh karena itu bagi para penguji yang laboratoriumnya telah mendapatkan sertifikat ini akan menggunakan prosedur pengujian dengan prosedur SNI. Langkah Kerja SNI :
Timbang dengan seksama 1-2 g cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya (W1).
Keringkan pada oven suhu 105oC selama 3 jam
Dinginkan dalam eksikator
Timbang (W), ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap
Pengukuran Kadar Abu
Pengukuran kadar abu pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang biasa disebut dengan Metode Gravimetri.Prinsip : Bahan makanan jika dilakukan pemanasan didalam tanur listrik yang bersuhu 600o C, maka zatzat organik akan diuraikan menjadi air dan CO2 yang tertinggal hanya bahan anorganik yaitu abu. Peralatan :
Cawan porselen
Tanur listrik
Neraca analitik
Dessicator/eksikator
Langkah Kerja 1 :
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 110 o C selama 1jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang
(X1).
Timbang bahan/contoh yang kering sebanyak 2 – 3 gram (a) lalu masukkan ke dalam cawan X1.
Masukkan cawan dan bahan kedalam oven pengabuan/tanur dengan cara dipanaskan dengan suhu 550 – 600 o C sampai menjadi abu dan berwarna putih (selama 3 – 6 jam).
Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang cawan dan abu tersebut (X2).
Hitunglah persentase kadar abu bahan yang dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Pengukuran Kadar Abu
Pengukuran kadar abu pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan cara
pemanasan yang biasa disebut dengan Metode Gravimetri. Prinsip : Bahan makanan jika dilakukan pemanasan didalam tanur listrik yang bersuhu 600o C, maka zatzat organik akan diuraikan menjadi air dan CO2 yang tertinggal hanya bahan anorganik yaitu abu. Peralatan :
Cawan porselen
Tanur listrik
Neraca analitik
Dessicator/eksikator
Langkah Kerja 1 :
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 110 o C selama 1jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang
(X1).
. Timbang bahan/contoh yang kering sebanyak 2 – 3 gram (a) lalu masukkan ke dalam cawanX1.
Masukkan cawan dan bahan kedalam oven pengabuan/tanur dengan cara dipanaskan dengan suhu 550 – 600 o C sampai menjadi abu dan berwarna putih (selama 3 – 6 jam).
Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang cawan dan abu tersebut (X2).
Hitunglah persentase kadar abu bahan yang dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Langkah kerja SNI :
Timbang dengan seksama 2-3 g contoh kedalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya
Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550o C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk)
Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap Perhitungan :
W : Bobot contoh sebelum diabukan dalam gram
W1 : Bobot contoh + cawan sesudah diabukan dalam gram
W2 : Bobot cawan kosong dalam gramW : Bobot contoh sebelum diabukan dalam gram
Pengukuran Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak pakan ikan atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat pakan ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Soxhlet dan metode Weibull. Metode soxlet digunakan jika bahan baku pakan atau pakan ikan mengandung kadar
lemak yang relatif tidak terlalu banyak, dan jika kadar lemak dalam bahan pakan atau pakan ikan cukup banyak maka bahan pakan dan
pakan itu harus dilakukan hidrolisis terlebih dahulu dan metode yang digunakan adalah metode weibull. Prinsip : Bahan makanan yang larut di dalam petrelium eter, atau ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar Peralatan :
Kertas saring
Labu lemak
Alat soxhlet Pemanas listrik Oven
Neraca analitik
Kapas bebas lemak
Pereaksi : hexane atau pelarut lemak lainnya
Langkah kerja 1 :
Panaskan cawan labu dalam oven pada suhu 105–110o C selama satu jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan timbang (X1).
Timbang bahan/contoh sebanyak 2 – 5 gram (bahan sebaiknya dalam bentuk halus dan kering), dan dibungkus dengan kertas
saring/kertas filter dalam bentuk silinder (a).
Masukkan selongsong kertasfilter kedalam tabung ekstraksi dan diberi pemberat serta dihubungkan dengan kondensor/pendingin .
Pasanglah tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut petroleum ether/ petroleum benzena/hexana sebanyak 150 ml yang dimasukkan kedalam soxhlet sampai kertas saring tersebut terendam dan sisa larutan dimasukkan kedalam labu.
Panaskan cawan labu yang dihubungkan dengan soxhlet di atas water bath sampai cairan dalam soxhlet terlihat bening. Pemanasan ini berlangsung selama 2 – 4 jam, apabila setelah 4 jam ekstraksi belum sempurna pemanasan dapat dilanjutkan selama 2 jam lagi.
Lepaskan labu dari soxhlet dan tetap dipanaskan di atas water bath untuk menguapkan semua petroleum ether dari cawan labu.
Cawan labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 110 oC selama 15 –60 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit dan ditimbang. Ulangi prosedur ini sampaidiperoleh berat yang stabil (X2).
Hitunglah persentase kadar lemak bahan/contoh dengan persamaan sebagai berikut ;
Langkah kerja SNI :
Timbang seksama 1-2 g contoh, masukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas
Sumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas, keringkan dalam oven pada suhutidak lebih dari 80 oC selama lebih kurang satu jam, kemudian masukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang
telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya
ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam
Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105oC
Dinginkan dan timbang
Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap
W : bobot contoh dalam gram
W1 : bobot lemak sebelum ekstraksi dalam gram
W2 : bobot labu lemak sesudah ekstraksi
Pengukuran Kadar Lemak denganMetode Weibull
Prinsip : ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelahcontoh dihidrolisis dalamsuasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat. Peralatan :
Kertas saring
Kertas saring pembungkus (Thimle)
Labu lemak
Alat Soxhlet
Neraca Analitik
Pereaksi : larutan HCl 25%, kertas lakmus, n-Heksana atau pelarut lemak lainnya
Langkah kerja SNI ;
Timbang seksama 1-2 g cuplikan ke dalam gelas piala
Tambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih
Tutup gelas dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit
Saring dengan keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi
Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100 – 105 oC.
Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2 – 3 jam pada suhu lebih kurang 80 oC.
Sulingkan larutan heksana atau pelarut lemak lainnya dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100 – 105 oC.
Dinginkan dan timbang
Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap
W : bobot cuplikan dalam gram
W1 : bobot labu lemak sesudah ekstraksi dalam gram
W2 : bobot labu lemak sebelum ekstraksi dalam gram
Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl Prinsip :
Menentukan kadar protein secara tidak langsung, dengan cara menentukan kadar N nya kemudian dikalikan dengan faktor protein 6,25. Senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium Sulfat yang terbentukdiuraikan dengan NaOH, amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku asam.
Peralatan :
Labu kjeldhal
Alat penyulingan dan kelengkapannya
Pemanas listrik/pembakar
Neraca analitik
Tahap Oksidasi, langkah kerjanya ;
Masukkan 0,5 – 1 gram bahan/contoh (a), 3 gram katalis ( K2SO4 + CuSO4) dan 10 ml H2SO4 kedalam tabung Kjeldahl.
Tabung dipanaskan hingga larutan di dalam tabung berubah warna menjadi hijau bening, kemudian di dinginkan.
Encerkan dengan akuades sampai larutan menjadi 100 ml.
Tahap Destruksi, langkah kerjanya:
Masukkan 5 ml larutan hasil oksidasike dalam cawan labu kjeldahl.
Tambahkan NaOH 0,05 N sebanyak 10 ml.
Siapkan Erlenmeyer, masukkan H2SO4 0,05 N sebanyak 10 ml dan tambahkan 2 – 3 tetes larutan indikator (metyl red/methylen blue), kemudian didestruksi selam 10 menit.
Tahap Titrasi
Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N
Volume titran yang digunakan dicatat.
Lakukan prosedur yang samapada blanko. Perhitungan kadar protein diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
Kadar Protein (%) = Kadar Nitrogen X faktor konversi
Pengukuran Kadar Protein Metode SNI Pereaksi :
Campuran selen, campuran 2,5 gr serbuk SeO2, 100 gr K2SO4 dan 20 gr CuSO4 5 H2O.
Indikator campuran, siapkan latutan bromcresol green 0,1 % dan larutan merah metil 0,1 % dalam alkohol 95 % secara terpisah. Campur 10 ml bromcresol green dengan 2 ml merah metil.
Larutan asam borat H3BO3 2 %, larutkan 10 gr H3BO3 dalam 500 ml air suling. Setelah dingin pindahkan kedalam botol bertutup gelas. Campur 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator.
Larutan asam klorida, HCL 0,01 N
Larutan Natrium Hidroksida NaOH 30%, larutkan 150 gram Natrium Hidroksida kedalam 350 ml air, simpan dalam botol bertutup karet.
Langkah kerja :
Timbang seksama 0,51 g cuplikan, masukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml
tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis
Pipet 5 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP,
Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator
Titar dengan larutan HCL 0,01 N
Kerjakan penetapan blanko
W : bobot cuplikan
V1 : volume HCL 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh
V2 : volume HCl yang dipergunkan penitaran blanko
N : normalitas HCl
Fk : faktor konversi untuk protein 6,25
fp : faktor pengenceran
Pengukuran Kadar Serat Kasar dengan Metode Pencucian asam dan basa kuat
Prinsip : Menentukan zat organik yang tidak larut dalam asam kuat dan basa kuat dan disertai dengan pemanasan. Peralatan :
Neraca analitik
Pendingin
Corong Buchner
Pompa vakum
Pereaksi :
Asam sulfat H2SO4 1,25%
Natrium Hidroksida, NaOH 3,25%
Etanol 96%
Kertas saring Whatman 54, 541 atau 41
Langkah kerja SNI :
Timbang seksama 2 – 4 g cuplikan Bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi dengan cara SOXlet atau dengan cara mengaduk, mengenap tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Keringkancontoh dan masuk-kan ke dalam erlemeyer 500 ml.
Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak
Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit
Dalam keadaan panas, saring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.
Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol 96%.
Angkat kertas saring beserta isinya, masukkan kedalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105o C dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.
bila ternyata kadar serat kasar lebih besar 1% abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap
w2
w : bobot cuplikan dalam gram
w1 : bobot abu dalam gram
w2 : bobot endapan pada kertas
Langkah kerja 2 :
Timbang bahan sebanyak 0,5–2 gram (a) lalu masukkan kedalam erlenmeyer, kemudian tambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan di panaskan diatas hot plate selama 30 menit.
Tambahkan 25 ml NaOH 1,5 N kemudian panaskan kembali selama 30 menit.
Panaskan kertas saring di dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 oC Dan dinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (X1). Pasang kertas saring pada corong buchner yang dihubungkan dengan vacuum pump. Panaskan juga cawan porselen pada suhu 110 oC selama satu jam dan dinginkan didalam eksikator.
Larutan yang telah dipanaskan dituang ke dalam corong buchner. Lakukan pembilasan berturutturut menggunakan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aceton.
Masukkan kertas saring dari corong buchner kedalam cawan, panaskan pada suhu 105–110 oCselama 0,5–1 jam, dinginkan dalam eksikator dan timbang (X2).
Panaskan cawan dalam tanur listrik bersuhu 600 oC selama 2 jam hingga bahan di dalam cawan berwarna putih, didinginkan dan timbang (X3).
Hitunglah kadar serat kasar bahan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Langkah Kerja 3 :
Timbang bahan sebanyak 2 – 5 gram
Masukkan kedalam erlemeyer 600 ml, tambahkan larutan H2SO4 0,255 N sebanyak 200 ml dan batu didih, panaskan selama 30 menit dengan dilakukan penggoyangan sesekali.
Saring suspensi dengan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlemeyer dicuci dengan aquades mendidih, cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus, sampai berwarna biru tidak berubah).
Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring kedalam erlemeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 Nsebanyak 200 ml sampai semua residu masuk kedalam erlemeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyanggoyangkan selama 30 menit.
Saring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%, cuci lagi residu dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95%.
Keringkan kertas saring dan isinya pada oven dengan suhu 110OC sampai berat konstan selama 1 – 2 jam, dinginkan dalam eksikator dan timbang
Hitunglah kadar serat kasar dengan persamaan sebagai berikut :
6.4.2. Uji Pakan secara Fisik
Uji coba yang kedua adalah uji coba secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet didalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan didalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan didalam air. Hal ini dapat dideteksi dengan daya tahan pakan buatan didalam air. Dengan mengetahui daya tahan pakan buatan didalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan didalam air sebelum dimakan oleh ikan.
Oleh karena itu dalam membuat pakan buatan, bahan baku yang digunakan harus dalam bentuktepung, dengan semakin halusnya
bahan baku yang digunakan maka bentuk fisik akan semakin baik, dan seluruh bahan baku akan tercampur secara sempurna. Hal ini akan menghasilkan dampak terhadap pakan buatan yang dibentuk menjadi lebih kompak dan stabil. Dengan pakan buatan yang kompak dan stabil maka pakan buatan akan mudah dicerna oleh ikan. Pakan buatan yang mudah dicerna oleh ikan akan mengakibatkan efisiensi pakan yang sangat baik dan sangat menguntungkan pemakai/petani ikan. Adapun pengukuran pakan secara fisik dapat dilakukan sebagai
berikut :
Pengukuran Water Stability
Daya tahan pakan ikan didalam air harus diperhatikan karena hal ini sangat diperlukan bagi pakan yang akan dikonsumsi oleh ikan. Ikan yang hidup didasar perairan membutuhkan pakan yang lebih tahan lama didalam air dibandingkan pakan ikan yang akan dibuat untuk
ikan yang hidup dipermukaan atau ditengah perairan. Semakin lama pakan terendam dalam air dan tidak cepat hancur maka ikan dapat
dengan mudah memakan pakan buatan tersebut. Oleh karena itu water stability dari pakan ikan ini sangat bergantung pada peruntukkan pakan tersebut. Water stability pakan menurut Millamenena et al (2000) dapat dilakukan pengukuran dengan prosedur sebagai berikut :
Masukkan keranjang kawat ke dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 100 oC selama 1 – 3 jam. Kemudian simpan di dalam desikator dan timbanglah keranjang tersebut sampai diperoleh berat yang konstant.
Masukkan sebanyak 5 gram pakan yang telah diketahui kadar airnya kedalam keranjang kawat tersebut.
Masukkan keranjang kawat yang telah berisi pakan kedalam air pada kondisi perairan yang dibuat sama dengan kondisi pakan ikan tersebut akan diberikan dan dibuat eksperiment penelitian dengan desain waktu selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
Lakukan pengeringan keranjang basket yang telah direndam dalam air kedalam oven, kemudian simpan dalam desikator dan timbang beratnya sampai diperoleh berat yang konstan.
Persentase berat kering yang hilang dihitung setelah dikurangi dengan berat keranjang.
Nilai water stability dalam persen dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :Pengukuran Water Stability Daya tahan pakan ikan didalam air harus diperhatikan karena hal ini sangat diperlukan bagi pakan yang akan dikonsumsi oleh ikan. Ikan yang hidup didasar perairan membutuhkan pakan yang lebih tahan lama didalam air dibandingkan pakan ikan yang akan dibuat untuk ikan yang hidup dipermukaan atau ditengah perairan.
Semakin lama pakan terendam dalam air dan tidakcepat hancur maka ikan dapat buatan tersebut. Oleh karena itu water stability dari pakan ikan inisangat bergantung pada peruntukkan pakan tersebut. Water stability pakan menurut Millamenena et al (2000) dapat dilakukan pengukuran dengan prosedur sebagai berikut :
Masukkan keranjang kawat ke dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 100 oC selama 1 – 3 jam. Kemudian simpan di dalam desikator dan timbanglah keranjang tersebut sampai diperoleh berat yang konstant.
Masukkan sebanyak 5 gram pakan yang telah diketahui kadar airnya kedalam keranjang kawat tersebut.
Masukkan keranjang kawat yang telah berisi pakan kedalam air pada kondisi perairan yang dibuat sama dengan kondisi pakan ikan tersebut akan diberikan dan dibuat eksperiment penelitian dengan desain waktu selama 2, 4, 6 dan 8 jam.
Lakukan pengeringan keranjang basket yang telah direndam dalam air kedalam oven, kemudian simpan dalam desikator dan timbang beratnya sampai diperoleh berat yang konstan.
Persentase berat kering yang hilang dihitung setelah dikurangi dengan berat keranjang.
Nilai water stability dalam persen dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Io : adalah berat awal pakan kering
Fo: adalah berat akhir pakan kering
Sebagai contoh dalam pengukuran water stability adalah sebagai berikut:
Misalnya, berat pakan adalah 5,26 gram, berat kering pakan adalah 95% maka berat kering pakan adalah berat pakan X % berat kering dibagi 100.
Dari hasil perlakuan pencelupan tadi diperoleh data sebagai berikut : Berat pakan dan keranjang = 12,5 gram Berat keranjang kosong= 8,0 gram Maka berat akhir pakan keringadalah berat keranjang dan pakan dikurangi dengan berat keranjang yaitu :Dari hasil perlakuan pencelupan tadi diperoleh data sebagai berikut : Berat pakan dan keranjang = 12,5 gram Berat keranjang kosong= 8,0 gram Maka berat akhir pakan keringadalah berat keranjang dan pakan dikurangi dengan berat keranjang yaitu :
Pengukuran water stability yang paling mudah dilakukan dengan menghitung lama waktu yang dibutuhkan oleh pakan tersebut
sampai hancur di dalam wadah budidaya. Biasanya pakan untuk udang sebagai organisme air yang hidup di dasar perairan maka pakan yang direndam di dalam air minimal membutuhkan waktu selama 30 menit, sedangkan untuk ikan yang hidup dipermukaan air lebih cepat
menangkap pakan sehingga waktu yang dibutuhkan sampai pakan hancur lebih cepat. Daya tahan pakan di dalam air ini sangat bergantung pada jumlah bahan baku yang digunakan sebagi perekat (binder) dan prosesing pembuatan pakan.
Langkah kerja dalam uji water stability yang praktis adalah sebagai berikut :
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum melakukan uji fisik pakan (wadah budidaya, pakan ikan yang dibuat, aerator, stop watch, air).
Mengisi wadah uji dengan air dengan ketinggian minimal 50 cm.
Memasukkan selang aerasi kedalam wadah uji.
Memasang aerator dengan kuat sehingga air didalam wadah uji bergerak dan menimbulkan gelombang.
Memasukkan pakan buatan kedalam wadah uji dan catat waktu pertama pakan buatan dimasukkan kedalam wadah uji
Memperhatikan kekompakan pakan buatan didalam wadah uji dan catat waktu pakan tersebut mulai mengembang serta catat pula waktu pakan tersebut mulai hancur.
Pakan yang baik akan stabil didalam air selama 30 menit untuk pakan udang sedangkan untuk pakan ikan biasanya kurang dari tiga puluh menit
Pengujian bau pakan (attractant)
Pakan ikan yang sudah dibuat harus mempunyai bau yng khas sesuai dengan keinginan ikan sehingga ikan yang mencium bau pakan ikan tersebut tertarik untuk mengkonsumsi pakan atau biasa disebut dengan daya terima ikan terhadap pakan ikan yang dibuat
(pallatabilitas). Pakan ikan yang mempunyai bau yang enak akan menarik minat ikan untuk segera memakan pakan ikan tersebut. Oleh
karena itu jika anda membuat pakanikan ini harus dilakukan uji fisiktentang bau pakan tersebut apakah sudah dapat diterima oleh ikan.
Adapun langkah kerja yang dapat dilakukan untuk mengetahui bau pakan dan daya terima ikan terhadap pakan dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : Langkah kerja :
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum melakukan uji fisik pakan.
Mengisi wadah uji dengan air dengan ketinggian minimal 50 cm.
Memasukkan selang aerasi kedalam wadah uji.
Memasang aerator dengan kuat sehingga air didalam wadah uji bergerak dan menimbulkan gelombang dan masukkan ikan kedalam wadah tersebut.
Memasukkan pakan buatan kedalam wadah uji dan perhatikan tingkah laku ikan dalam menangkap pakan dan perhatikan juga berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk mengkonsumsi pakan tersebut.
Melakukan uji fisik yang kedua yaitu bau pakan buatan dengan cara mencium pakan buatan yang telah dibuat dibandingkan dengan pakan buatan pabrik yang sudah biasa digunakan untuk pakan ikan.
Membandingkan hasilnya secara organoleptik dan juga amati daya terima ikan terhadap pakan buatan yang dibuat dengan cara mengamati respon ikan terhadap pakan buatan dan bandingkan pula respon ikan terhadap pakan pabrik.
Mencatat hasil perbandingan tersebut .
Pengujian tingkat kehalusan pakan
Pakan ikan yang dibuat biasanya tidak akan langsung dijual kepada konsumen, tetapi akan disimpan terlebih dahulu dalam ruang penyimpanan pakan. Dalam ruang penyimpanan pakan, pakan ikan ini biasanya disimpan dalam tumpukan pakan yang berjumlah 6 karung dengan berat setiap karung adalah 50 kilogram maka jumlah beban pakan selama penyimpanan adalah 300 kilogram. Bagaimana anda membuat pakan yang tidak mudah hancur dengan beban berat selama penyimpanan. Hal ini sangat ditentukan pada saat pemilihan bahan baku dimana bahan baku yang digunakan untuk membuat pakan ikan harus dari bahan yang benar halus dalam bentuk tepung. Semakin halus ukuran tepung maka kekompokan pakan dalam komposisi pakan semakin bagus. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat kehalusan pakan dapat dilakukan uji coba secara fisik ini dengan cara sebagai berikut :
Langkah kerja :
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum melakukan uji fisik pakan.
Meletakkan pakan pada ruang penyimpanan pakan diatas kayu dengan jarak antara lantai dengan kayu sebaiknya 3 – 4 inci (1 inci = 2,54 cm) sebanyak enam tumpukan jika berat pakan perkarung adalah 50 kg.
Memasukkan tumpukan pakan buatan kedalam ruang uji sebanyak 350 kg dan catat waktu pertama pakan buatan dimasukkan kedalam ruang penyimpanan.
Perhatikan kekompakan pakan buatan didalam ruang penyimpanan dan perhatikan apakah pakan yang terdapat pada bagian bawah terjadi kehancuran atau tidak.
Pakan yang baik tidak akan hancur jika dilakukan penumpukan pakan dalam ruang penyimpanan. Hal ini harus dilakukan karena pakan ikan yang dibuat akan disimpan maksimal tiga bulan setelah proses pembuatan pakan.
6.4.3. Uji Pakan secara Biologis
Uji coba pakan yang ketiga adalah uji pakan secara biologis. Dalam uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui bebrapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu dalam uji biologis harus dilakukan pengujian terhadap pakan yang dibuat dengan cara memelihara ikan dengan diberikan pakan uji tersebut. Beberapa parameter biologis tersebut antara lain adalah nilai konversi pakan dan effisiensi pakan. Nilai konversi pakan dan efisiensi pakan ini dapat diketahui dengan melakukan pemberian pakan selama periode waktu tertentu sehingga bisa dihitung nilainya dengan menggunakan rumus yang sudah berlaku. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin baik kualitas pakan tersebut karena semakin ekonomis. Nilai konversi pakan yang baik adalah kurang dari dua yang berarti dalam memberikan pakan sebanyak dua kilogram akan menghasilkan daging ikan sebanyak satu kilogram. Parameter bilogi lainnya yang dapat dilakukan pengukuran antara lain adalah pertumbuhan, tingkat konsumsi pakan,kecernaan total, retensi protein,lemak dan energi.
Tingkat Konsumsi Pakan
Pada umumnya tingkat konsumsi pakan yang diberikan pada ikan erat hubungannya dengan besarnya individu ikan. Semakin kecil bobot individu ikan tingkat konsumsi pakan yang diberikan persentasenya semakin besar, sebaliknya semakin besar bobot individu ikan semakin menurun tingkat konsumsi pakan yang diberikan. Tingkat Konsumsi Pakan (TKP) yang diberikan dapat dihitung dengan menggunakan berbagai macam rumus antara lain adalah menurut National Research Council (NRC), 1977 adalah :
Menurut Halver (1989), tingkat konsumsi pakan perhari dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :Menurut Halver (1989), tingkat
konsumsi pakan perhari dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kecernaan Total
Pencernaan adalah proses penghancuran pakan menjadi molekul-molekul mikro melalui rangkaian proses fisik maupun kimiawi, sehingga bisa diserap melalui dinding usus kedalam kapiler darah. Proses ini terjadi terus menerus,diawali dengan pengambilan pakan dan berakhir dengan pembuangan sisa pakan (Zonneveld et al.,1991;NRC, 1983).
Kecernaan adalah suatu parameter yang menunjukkan berapa dari makanan yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Lovel, et al., 1988), karena dalam suatu proses pencernaan selalu ada bagian makanan yang tidak dapat dicerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses (Affandi et al., 1992). Ikan mempunyai kemampuan mencerna yang berbeda dengan hewan darat (Watanabe,1988).
Menurut Heper (1988), kecernaan pakan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: keberadaan enzim dalam saluran pencernaan ikan, tingkat aktivitas enzim-enzim pencernaan dan lamanya pakan yang dimakan bereaksi dengan enzim pencernaan. Masing-masing faktor tersebut akan dipengaruhi oleh faktor sekunder, yang berhubungan dengan spesies ikan, umur, dan ukuran ikan,kondisi lingkungan dan komposisi, ukuran serta pakan yang dikonsumsi.
Menurut Affandi et al. (1992), nilai kecernaan pakan dapat menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna suatu pakan. Selain itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi ikan. Pakan yang berasal dari bahan nabati umumnya lebih sulit dicerna oleh ikan dibandingkan bahan hewani (Hepher, 1988). Sedangkan bahan-bahan semi murni seperti kasein dan gelatin dicerna hampir sempurna oleh ikan (NRC, 1983). Disamping itu kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh proses dan metoda pengolahan bahanbahan tersebut, sebab ada beberapa bahan makanan yang perlu penanganan khusus karena keberadaan zat inhibitor dalam
bahan makanan, contohnya pemanasan terhadap kacang kedelai dapat meningkatkan tingkat kecernaannya.
Prinsip penentuan kecernaan pakan adalah dengan membandingkan kadar nutrisi atau energi pakan dengan kadar nutrisi atau energi
feses (Affandi et al., 1992). Penentuan daya cerna ini bisa dilakukan secara langsung dilakukan pengukuran jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dibandingkan dengan jumlah feses yang diekskresikan (Lovel, 1988). Penentuan daya cerna secara langsung dianggap sulit dan memakan waktu lama karena pengumpulan feses dilakukan dengan stripping, menghisap feses lewat anus, atau dengan membedah ikan.
Pengukuran kecernaan secara tidak langsung lebih menguntungkan karena tidak memperhitungkan jumlah pakan yang dikonsumsi serta feses yang diekskresikan, tetapi didasarkan kepada kandungan indikator dalam pakan dan feses (Tytler and Calow, 1985). Kecernaan secara tidak langsung dihitung berdasarkan perbandingan indikator yang terdapat pada pakan dengan indikator yang terdapat pada feses.Indikator yang digunakan adalah bahan yang tidak dapat dicerna, diserap atau masuk kedalam lendir usus, tidak berubah secara kimiawi, dapat dianalisa dan dapat melewati saluran pencernaan (Lovell, 1988). Indikator yang digunakan mengukur daya cerna
yang digunakan secara tidak langsung adalah Cr2O3 dan lignin (Hepher, 1988). Biasanya indikator yang sering digunakan adalah Cr2O3
sebesar 0,5 dalam pakan uji (NRC,1983).
Metoda kecernaan makanan dapat dihitung menurut Affandi et al 1992 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Metoda langsung Kecernaan pakan dengan metoda langsung biasa diterapkan pada level individu dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
I = total nutrien yang dikonsumsi
F = total nutrien dalam feses
Pada metoda ini semua makanan yang dikonsumsi dan semua feses yang dikeluarkan oleh ikan selama fase pengukuran (24 jam) harus diukur.
2. Metoda tidak langsung
Kecernaan total pakan dari pakan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan metode tidak langsung yaitu :
Np = persentase nutrien dalam pakan
Nf = persentase nutrien dalan feses
Kecernaan total dari pakan yang dikonsumsi dapat pula dihitung berdasarkan rumus Windel (1978) yaitu :
Kecernaan Total=100–(100–a/a*) dimana :
a = Cr2O3 dalam pakan (%)
a* = Cr2O3 dalam feses (%)
Selain kecernaan total dari pakanyang dikonsumsi juga harus diperhitungkan kecernaan dari nutrien yang terdapat pada pakan. Kecernaan nutrien itu terdiri dari kecernaan protein, kecernaan lemak, kecernaan karbohidrat dan kecernaan energi. Perhitungan
kecernaan nutrien ini menggunakan rumus yang dikemukakan oleh NRC (1982) yaitu :
Retensi Protein, lemak dan energi
Untuk mengetahui efektivitas pakan yang diberikan dapat diketahui dengan jalan menentukan banyaknya zat makanan yang disimpan dalam tubuh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung retensi protein, lemak dan energi sebagai berikut :
Cara menghitung Retensi Protein/ Lemak
Bobot protein/lemak yang disimpan tubuh:
Bobot biomassa awal = WA
Analisa proksimat awal ikan = a%
Jumlah protein awal = a% X WA=A
Bobot biomass akhir + bobot
mortalitas = WT
Analisa proksimat akhir ikan = b%
Jumlah protein pada akhir = b% X WT = B
Protein yang disimpan dalam tubuh= B – A = C
Bobot protein yang diberikan: Jumlah total pakan yang diberikan= p (gram) % Protein pakan = CP % (hasil analisa proksimat)
Jumlah protein pakan=CP% X p= K
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik
diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Sedangkan secara energetik , pertumbuhan diekspresikan dengan adanya perubahan kandungantotal energi tubuh pada periode waktu tertentu (Rahardjo et al, 1989). Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakan untuk metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk aktivitas. Ada dua model yang dipakai untuk menghitung pertumbuhan. Model pertama adalah model yang berhubungan dengan berat dan berbentuk eksponensial. Model ini baik untuk waktu yang pendek. Model pertumbuhannya menurut Ricker (1979) adalah:
Wt = Wo. egt
dimana :
Wt : bobot ikan pada saat t
Wo : bobot ikan awal
E : dasar logaritma natural (2,7183)
g : aju pertumbuhan harianspesifik
t : waktu
Laju pertumbuhan harian spesifik dapat dihitung dari rumus awal yaitu :Wt = Wo. egt dimana :
Menurut Huisman (1976) dan NRC (1977) mengemukakan rumus laju pertumbuhan harian sebagai berikut :Menurut Huisman (1976) dan NRC (1977) mengemukakan rumus laju pertumbuhan harian sebagai berikut :
Model pertumbuhan yang kedua adalah berhubungan dengan panjang yang dinamakan rumus Von Bertalanfall dimana rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut : Lt = L ~ 1 – e –k (t-to)
dimana :
Lt : panjang ikan pada waktu t
L~ : panjang maksimum ikan
k : koefisien pertumbuhan
e : bilangan yang nilainya adalah 2,7183
Selain itu dari beberapa literatur pertumbuhan ikan dapat juga dilakukan pengukuran secara sederhana dengan menggunakan rumus antara lain adalah : Pertumbuhan mutlak Wt = Wf – Wi
dimana :
Wt : pertumbuhan mutlak
Wf : berat akhir
Wi : berat awal
Laju pertumbuhan mutlak
dimana :
W1 : berat ikan pada periode waktu 1 (t1)
W2 : berat ikan pada periode waktu 2 (t2)
Konversi Pakan
Untuk dapat mengetahui penggunaan pakan oleh ikan dapat dihitung dengan menentukan perbandingan faktor konversi pakan. Ikan hanya diberi pakan buatan 100% nilai konversi pakannya lebih dari 1. Hal ini disebabkan pakan tidak dapat dimanfaatkan semua dan ada yang menjadi feses. Dari segi ekonomis nilai konversi pakan dapat juga dipakai untuk menentukan kualitas pakan. Nilai konversi pakan yang mendekati nilai satu maka semakin bagus kualitas pakan yang diberikan. Konversi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Efisiensi Pakan
Sama halnya dengan konversi pakan, efisiensi pakan merupakan indikator untuk mengetahui efektivitas pakan yang diberikan kepada ikan terhadap pertumbuhan. Untuk menghitung efisiensi pakan dapat digunakan rumus menurut NRC (1977) adalah sebagai berikut :
F
dimana :
Wt : bobot ikan pada waktu t
Wo : bobot ikan pada waktu 0
D : bobot ikan yang mati selama pengamatan
F : jumlah pakan yang dikonsumsi
Dari rumus efisiensi pakan juga dapat dihitung nilai konversi pakan
6.5. MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN
Dalam budidaya ikan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu budidaya ikan selain kualitas air. Pakan dalam kegiatan budidaya ikan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya sangat bergantung kepada beberapa faktor antara lain adalah jenis dan ukuran ikan, lingkungan dimana ikan itu hidup dan teknik budidaya yang akan digunakan. Dalam subbab ini akan dibahas tentang manajemen
pemberian pakan dilihat dari jenis
dan ukuran ikan serta teknik
budidaya. Sedangkan pakan dan
kualitas air akan dibahas pada
subbab selanjutnya.
Pemberian pakan adalah kegiatan yang rutin dilakukan dalam suatu usaha budidaya ikan oleh karena itu dalam manajemen pemberian pakan harus dipahami tentang beberapa pengertian dalam kegiatan budidaya ikan sehari-hari yang terkait dengan manajemen pemberian pakan antara lain adalah feeding frekuensi, feeding time, feeding behaviour, feeding habits, feeding periodicity dan feeding level.
Feeding frekuensi atau frekuensi pemberian pakan mempunyai makna jumlah waktu ikan untuk makan dalam sehari. Setiap jenis ikan mempunyai kebiasaan makan yang berbeda. Oleh karena itu dalam melakukan pemberian pakan kepada ikan setiap hari biasanya bergantung kepada jenis dan ukuran ikan, ketersediaan tenaga kerja, pakan dan ukuran kolam budidaya. Biasanya semakin kecil ikan
frekuensi pemberian pakannya semakin banyak sedangkan semakin besar ikan frekuensi pemberian pakannya setiap hari semakin berkurang. Frekuensi pemberian pakan dihitung dalam waktu sehari (24 jam). Pada ikan air tawar misalnya ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai fase kritis pada saat berusia larva yaitu 0 – 14 hari. Untuk meningkatkan kelangsungan hidup larvanya salah satu solusinya adalah memberikan pakan alami selama fase tersebut sebanyak 12 kali sehari dimana pakan alami tersebut diberikan setiap dua jam sekali selama sehari. Pada ikan laut frekuensi pemberian pakan pada masa larva lebih banyak dibandingkan pada fase pembesaran. Oleh karena itu frekuensi pemberian pakan pada masa larva bagi ikan budidaya mempunyai jumlah yang
lebih banyak dibandingkan dengan fase lainnya dan setiap jenis ikan mempunyai kekhasan dalam frekuensi pemberian pakan.
Feeding time atau waktu pemberian pakan adalah waktu yang tepat untuk melakukan pemberian pakan pda setiap jenis ikan. Waktu pemberian pakan ini juga sangat khas untuk setiap jenis ikan. Berdasarkan kapasitas daya tampung lambung
setiap jenis ikan atau biasa disebut juga dengan feeding periodicity jenis ikan dapat dibedakan yaitu ikan pemakan malam hari atau aktivitas makannya meningkat pada malam hari yang biasa disebut dengan nocturnal misalnya ikan kelompok catfish, dan ikan pemakan siang hari atau aktivitas makannya lebih meningkat pada siang hari (diurnal). Oleh karena itu pada kelompok ikan yang mempunyai aktivitas makan pada malam hari maka dalam melakukan pemberian makan, waktu pemberian pakannya sebaiknya lebih banyak pada malam hari. Agar pakan yang diberikan lebih efisien dan efektif.
Selain itu dalam melakukan pemberian pakan juga harus diperhatikan tentang tingkah laku ikan dalam kehidupannya di dalam
perairan dimana ikan berdasarkan tingkah lakunya dalam media hidupnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu ikan yang hidupnya diatas permukaan air, ikan yang hidupnya lebih senang berada ditengah-tengah air dan ikan yang hidupnya lebih senang di dasar perairan. Oleh karena dalam melakukan pemberian pakan terhadap jenis-jenis ikan tersebut harus disesuaikan dengan tingkah laku ikan tersebut.
Berdasarkan kebiasaan makannya ikan yang dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi ikan herbivora, ikan omnivora dan ikan karnivora. Oleh karena itu melakukan pemberian pakan untuk ikan herbivora, omnivora dan karnivora harus berbeda.
Jumlah pakan ikan yang diberikan setiap hari pada ikan yang dibudidayakan dan biasanya diekspresikan dalam persen biomas
ikan biasa disebut dengan feeding rate. Feeding rate pada pemberian pakan ikan berkisar antara 2 – 5% perhari atau bahkan lebih. Sedangkan biomas adalah jumlah total ikan perunit area pada waktu tertentu dan diekspresikan dalam kg/ha atau kg/meter persegi. Biasanya dalam pemberian pakanpada ikan yang berukuran besar jumlah pakan yang diberikan setiap hari semakin berkurang dan semakin kecil ukuran ikan jumlah pakan yang diberikan semakin banyak. Hal ini dikarenakan ikan yang berukuran
kecil mempunyai masa pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan ikan berukuran besar. Seperti yang diketahui bahwa pertumbuhan ikan mempunyai kurva pertumbuhan yang sigmoid yaitu ada masa dalam kurva tersebut adalah masa pertumbuhan emas dan itu biasa terjadi pada ikan yang berukuran larva dan benih. Oleh karena itu dibutuhkan jumlah pakan yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang berukuran dewasa.
Dalam melakukan pengelolaan pemberian pakan pada suatu usaha budidaya sangat bergantung pada teknik budidaya yang diterapkan. Pada suatu usaha budidaya ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
Budidaya ikan secara ekstensif Pada budidaya ikan ini yang menjadi ciri khasnya adalah dalam pemberian pakannya mengandalkan pakan alami. Oleh karena itu dalam sistem budidaya ini pemupukan pada kolam budidaya harus kontinu dilakukan agar pakan alami tumbuh dengan subur pada kolam budidaya. Pengelolaan pemberian pakan pada sistem budidaya ekstensif lebih
mengutamakan tumbuhnya plankkton baik phytoplankton maupun zooplankton di dalam wadah budidaya sebagai pakan alami ikan yang dibudidayakan dan jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan herbivora yaitu ikan yang senang mengkonsumsi tumbuhan atau nabati.
Budidaya ikan semi intensif Pada budidaya ikan sistem semiintensif yang menjadi cirinya adalah dalam budidayanya sangat mengandalkan pakan alami dan pakan tambahan. Pakan alami masih digunakandalam sisitem budidaya ini sehingga sistem pemupukan pada kolam budidaya masih dilakukan dan pemberian pakan tambahan yaitu pakan yang dalam kontribusinya hanya
menghasilkan penambahan berat pada ikan kurang dari 50% atau kurang dari pakan utama. Pakan tambahan ini biasanya dibuat sendiri oleh pembudidaya dari beberpa bahan baku dan kandungan nutrisinya tidak selengkap pakan buatan pabrik sehingga pertumbuhan ikan dari pakan tambahan ini kurang dari 50%. Biasanya kelompok ikan yang dipelihara secara semi intensif adalah kelompok ikan omnivora misalnya kelompok carper seperti ikan mas.
Budidaya ikan secara intensif Pada budidaya ikan secara intensif yang menjadi ciri khasnya adalah dalam melakukan kegiatan budidaya mengandalkan pakan buatan sebagai sumber makanan utama ikan yang dibudidayakan. Pakan yang digunakan adalah pakan buatan yang mempunyai kandungan gizi yang lengkap. Karena pakan buatan ini sebagai sumber energi utama dan materi
bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Pakan buatan dalam usaha budidaya ikan intensif merupakan komponen terbesar dalam suatu usaha budidaya biasanya berkisar antara 40 – 70% dari total biaya produksi . Oleh karena itu dalam mengelola pemberian
pakan secara intensif harusbenar-benar dilakukan secara benar agar efisiensi pakan dan efektifitas kegiatan budidaya dapat menguntungkan.
Manajemen pemberian pakan pada suatu usaha budidaya ikan yang intensif harus dilakukan . Hal ini dikarenakan pada pengelolaan pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya ada beberapa elemen kritis yang harus diperhatikan antara lainadalah jumlah pakan perhari yang diberikan dalam pemeliharaan ikan (feeding rate), frekuensi pemberian pakan dalam satu hari (feeding frekuensi), waktu pemberian pakanyang tepat (feeding time) dan konversi pakan yang ditargetkan dalam suatu usaha budidaya ikan. Jumlah pakan yang akan diberikan
setiap hari pada budidaya ikan secara intensif sangat bergantung pada faktor biotik dan faktor lingkungan dimana ikan itu hidup. Jumlah pakan yang akan diberikan setiap hari ini juga ditentukan pada perbandingan jumlah pakan yangakan diberikan. Pada suatu usaha budidaya ikan dimana terdapat beberapa fase kegiatan budidaya sehingga pakan yang akan diberikan pada setiap fase akan berbeda.
Berdasarkan jumlah pakan yang harus diberikan dalam suatu usaha budidaya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
Pemberian pakan secara berlebihan (excess) Pemberian pakan secara berlebihan atau biasa disebut ad libitum merupakan salah satu cara pemberian pakan yang biasa diberikan pada fase pemberian pakan untuk larva ikan sampai ukuran benih ikan pada suatu hatchery. Pada stadia tersebut tingkat konsumsi pakan masih tinggi hal ini berkaitan dengan kapasitas tampung lambung larva atau benih ikan masih sangat terbatas, struktur alat pencernaan yang masih belum sempurna dan ukuran bukaan mulut larva yang masih sangat kecil, sehingga dengan memberikan pakan dengan sekenyangnya atau ad libitum dimana pakan selalu tersedia dalam jumlah yang tidak dibatasai maka larva atau benih ikan ini dapat makan kapanpun juga sesuai dengan keinginan ikan. Tetapi pemberian pakan secara berlebihan pada fase setelah larva atau nebih akan membawa dampak yang merugikan bagi sistem perairan dalam suatu usaha budidaya. Dimana pakan ikan yang berlebihan akan berpengaruh langsung terhadap organisme akuatik (ikan) yang hidup dalam wadah budidaya dan kondisi lingkungan budidaya tersebut. Pakan ikan yang berlebihan tidak akan dimakan oleh ikan dan akan terjadi penumpukan pakan pada wadah budidaya di dasar perairan. Penumpukan pakan ikan didasar budidaya akan tercampur dengan hasil buangan ikan seperti feses, urine yang nantinya akan menghasilkan bahan-bahan toksik seperti amoniak, H2S dan sebagainya yang dihasilkan dari perombakan bahan-bahan organiktersebut. Kandungan toksik yang tinggi dalam wadah budidaya akan menyebabkan aktivitas ikan dan terganggu. Oleh karena itu manajemen pemberian pakan pada ikan harus dilakukan dengan benar disesuaikan dengan melihat jenis dan umur ikan, lingkungan perairan serta teknik budidaya yang digunakan. Pemberian pakan secara ad libitum dengan menggunakan pakan buatan akan memberikan dampak negatif karena mengakibatkan meningkatnya biaya produksi.
Pemberian pakan sekenyangnya (satiation) Pada sistem pemberian pakan seknyangnya adalah suatu usaha para pembudidaya ikan untuk melakukan pemberian pakan pada ikan yang dibudidayakan dalam jumlah yang maksimal. Hal ini dapat dilakukan pada ikan budidaya yang benar-benar sudah diketahui daya tampung lambungnya secara maksimal dalam setiap pemberian pakan, sehingga pakan ikan yang diberikan semuanya dikonsumsi oleh ikan. Tetapi dalam kenyataannya sangat sulit bagi para pembudidaya untuk menerapkan sistem pemberian pakan ini karena untuk menghindari pakan yang terbuang itu sangat sulit. Oleh
karena itu dalam pemberian pakan secara maksimal akan mudah diterapkan jika ikan yang dibudidayakan sudah terbiasa dengan jumlah pemberian pakan tersebut setiap hari berdasarkan pengalaman di lapangan.
Pemberian pakan yang dibatasi (restricted) Pemberian pakan tipe ini adalah pemberian pakan buatan yang biasa dilakukan dalam suatu usaha budidaya ikan dimana para pembudidaya melakukan pembatasan jumlah pakan yang diberikan setiap hari. Jumlah pakan yang aka diberikan setiap hari ini dibatasi berdasarkan hasil suatu penelitian dengan jumlah pakan tertentu akan diperoleh pertumbuhan ikan yang optimal. Pemberian pakan dalam budidaya ikan secara intensif biasanya jumlah pakan yang diberikan dibatasi jumlahnya berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman dilapangan. Berdasarkan pengalaman petani ikan mas di Jawa Barat dalam melakukan manajemen pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Dalam membuat skedul pemberian pakan ikan mas ini dibuat suatu asumsi berdasarkan stadia dan ukuran ikan. Frekuensi pemberian pakan pada suatu usaha budidaya ikan mas harus disesuaikan dengan kebutuhan pakan berdasarkan stadia ikan mas itu sendiri. Skedul pemberian pakan ikan mas ini tidaklah mutlak seperti tabel di atas harus disesuaikan dengan kondisi lahan dimana ikan mas tersebut dibudidayakan. Hal ini dikembalikan kepada sifat alamiah ikan yang mulai dari larva yang baru menetas dengan sumber pakannya masih disediakna oleh kantung kuning telur, sehingga pada stadia ini larva tidak perlu diberi pakan tambahan, kecuali untuk paka alami dimana proses penyiapannya sudah dilakukan pada saat persiapan kolam mulai dari pengeringan dasar kolam, pengapuran dan pemupukan. Setelah kantung kuning telur habis maka larva akan mulai mengkonsumsi pakan alami yang tumbuh di kolam, baik dari jenis phytoplankton maupun zooplankton dengan ukuran pakan alami yangdikonsumsi disesuaikan dengan bukaan mulut larva dan setelah beberapa hari kemudian larva siap dipindah ke kolam pendederan. Jenis pakan yang diberikan pada stadia kebul adalah pakan alami yang tumbuh di kolam ditambah dengan emulsi kuning telur dengan jumlah pakannya 1 gram kuning telur untuk 1000 ekor kebul dan diberikan sebanyak 6 – 8 kali dalam sehari. Pada stadia burayak ukuran sudah mulai bertambah sehingga jumlah emulsi pakannya ditingkatkan menjadi 2 gram untuk 1000 ekor kebul dengan frekuensi pemberian pakan 6 – 8 kali sehari. Pada stadia putihan menjadi 3 gram untuk 1000 ekor , sedangkan pada tahap benih mencapai ukuran gelondongan atau ukuran 3 bulan pakan nya berubah menggunakan pakan buatan di muali dari bentuk remahan kemudian pellet berukuran 2 mm dengan jumlah pakan remahan sebanyak 4% dari total biomas sedangkan untuk pakan pellet 2 mm jumlah pakan yang diberikan 3% dari biomas. Frekuensi pemberian pakan untuk pakan remahan adalah 5 kali sehari pada minggu pertama sedangkan pada minggu selanjutnya diberikan pakan buatan bentuk pellet 2 mm sebanyak 4 kali sehari. Hal ini dilakukan karena pada stadia ini ikan mas sangat rakus memakan makanannya dansifat alami ikan mas sebagai pemakan segala/omnivora akan muncul. Aktifitas makan ikan mas akan meningkat pada siang hari karena ikan mas termasuk jenis ikan diurnal. Oleh karena itu dalam pemeliharaan dikolam juga diberikan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan ikan mas terhadap pakan alami. Pada tahap calon induk samapi akan menjadi induk ikan masyang dipelihara mempunyai pertumbuhan yang sudah lebih lambat sehingga jumlah pakan yang diberikan berkurang menjadi 3% dari biomas dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari. Pada stadia ini ikan sudah akanmengalami pertumbuhan gonadik sehingga pakan yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang lengkap untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Dengan demikian jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan
dibatasi sehingga pertumbuhan mencapai optimal.
Selain itu dalam melakukan pengelolaan pemberian pakan pada udang yang telah dilakukukan oleh Akiyama dalam Goddart (1996) merupakan salah satu komoditas organisma air yang mempunyai kebiasaan makan pada malam hari dapat dilihat pada Tabel 6.4.
Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa pakan udang yang diberikanbervariasi pada setiap stadia udang dan waktu pemberian pakannya disesuaikan dengan kebiasaan udang yang mempunyai aktivitas makannya meningkat pada hari gelap sehingga menjelang sore jumlah pakan relatif lebih banyak.Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan Tabel 6.5, yang memperlihatkan jumlah pemberian pakan dari larva samapi ukuran siap panen semakin berkurang.
Pada beberapa negara yang sudah maju jika akan memberikan pakan pada suatu usaha budidaya ikan menggunakan beberapa alat yang dapat membantu proses pemberianpakan. Berdasarkan peralatan yang digunakan dalam melakukan pemberian pakan pada usaha
budidaya ikan, ada beberapa metode pemberian pakan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemberian pakan dengan tangan
Pemberian pakan dengan cara metode pemberian pakannya menggunakan tangan (disebar). Metode pemberian pakan dengan tangan ini biasanya disesuaikan dengan stadia dan umur ikan yang dibudidayakan
2. Pemberian pakan secara mekanik
Pemberian pakan dengan cara menggunakan alat bantu pakan yang digerakkan oleh tenaga mekanik, seperti demand feeder dan automatically feeder yang biasa digunakan pada budidaya ikan di kolam air deras.
3. Pemberian pakan di Hatchery
Pada beberapa unit hatchery ikan air laut atau ikan air tawar biasanya dibutuhkan suatu alat bantu untuk memudahkan proses pemberian pakan. Pada stadia larva ikan merupakan fase kritis dimana pada fase tersebut dibutuhkan pakan yang tepat jenis, ukuran dan jumlah dimanayang dimasukkan kedalam pipapipa adalah pakan alami yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga pipa yang berisi pakan alami ini masuk kedalam wadah pemeliharaan secara otomatis.
Selain itu yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengelolaan pemberian pakan adalah melakukan pencatatan pemberian pakan yang biasa disebut dengan Feeding record. Dengan membuat suatu catatan tentang pemberian pakan pada setiap kolam budidaya akan memudahkan untuk memantau perkembangan setiap kolam budidaya. Adapun data yang sebaiknya dicatat pada setiap kolam dalam manjemen pemberian pakan adalah :
Berat rata-rata ikan yang ditebar pada waktu tertentu (W) dalam gram
Jumlah ikan yang ditebar dalam satu kolam (N)
Perkiraan kelangsungan hidup/sintasan selama periode waktu pemeliharaan (SR) dalam %
Jumlah pakan yang diberikan setiap hari (FR) dalam %
Jumlah pakan harian yang diberikan pada setiap kolam (DFA) Nilai DFA dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : DFA = W X N X SR X FR Misalnya dalam suatu kolam budidaya jumlah ikan yang ditebar adalah 50.000 ekor, dengan berat rata-rata ikan pada waktu tebar adalah 5 g, dengan perkiraan kelangsungan hidup adalah 90% dan jumlah pakanharian adalah 8%, maka jumlah pakan harian yang harus diberikan pada setiap kolamadalah : 5 X 50.000 X 0,9 X 0,08 = 18 kg perhari
Jumlah pakan selama pemeliharaan
Dari contoh diatas maka jumlah pakan yang dibutuhkan selama pemeliharaan 15 hari adalah 18 kg/hari X 15 hari = 270 kg
Frekuensi pemberian pakan dan waktu pemberian pakan
Dalam contoh diatas jumlah pakan perhari adalah 18 kg, pakan tersebut akan diberikan kepada larva ikan sebanyak 4 kali pada waktu pukul 06.00, 10.00, 14.00 dan 19.00. Makajumlah pakan setiap kali pemberian adalah 18 kg : 4 = 4,5 kg.
Dengan melakukan pencatatan makaakan jumlah pakan yang dihabiskan selama kegiatan budidaya dan dapat diprediksi hasil produksi dengan memperkirakan nilai konversi pakan dan efisiensi pakan dari kegiatan selama budidaya ikan.
6.6 PAKAN DAN KUALITAS AIR
Pakan yang diberikan kepada ikan sebagai organisme air akan selalu berhubungan dengan air sebagai media budidaya ikan. Pada budidaya ikan secara intensif penggunaan pakan buatan sangat mendominasi biaya produksi. Seperti kita ketahui pakan ikan yang diberikan selama kegiatan budidaya tidak seratus persen dikonsumsi oleh ikan. Jika konversi pakan pada ikan mas mencapai 1,5 berarti dalam 1,5 kilogram pakan akan memberikan konstribusi penambahan berat daging ikan sebanyak 1 kilogram. Hal ini berarti pakan yang diolah menjadi daging tidak seratus persen ada bagian dari pakan yang digunakan sebagai energi untuk feses dan lainnya. Menurut Calow (1986) dalam Harris (2005) energi pakan yang dimakan ikan (C) sama dengan produksi daging ikan (P) + energi metabolisme (R) + energi urine (U) dan energi feses (F) atau dengan rumus ditulis sebagai berikut: C = P + R + U + F. Berapa banyak pakan yang dikonsumsi (C) akan menjadi daging tergantung dari berapa banyak yang terbuang sebagai limbah feses dan sisa metabolisme berupa urin, amoniak, karbondioksida, air dan hidrogen sulfida. Seberapa banyak pakan akan menjadi feses tergantung pada seberapa sesuai komponen pakan dengan kemampuan enzimatik di saluran pencernaan ikan (daya cerna). Pakan yang dicernaselanjutnya diabsorbsi ke dalam darah dan seberapa banyak pakan yang diabsorbsi akan menjadi daging ikan bergantung pada pola asam amino, asamlemak, keseimbangan energi antar nutrien, vitamin, mineral dan lain-lain. Kalau dilihat dari sisi praktis, pakan yang diberikan (P) = pakan yang dikonsumsi (C) + pakan yang tidak termakan (PT). Untuk ikan bagian yang tidak termakan ini bisa 0 – 10%, sementara untuk udang dapat mencapai 15% (Goddard, 1996). Perbedaan itu terjadi karena ikan makannya jauh lebih cepat daripada udang, ransum udang biasanya habis dimakan selama 0,5– 2 jam dan selama proses tersebut terjadi pencucian pakan (leaching).
Dalam budidaya ikan secara intensif dimana 40 – 70% komponen biaya produksi adalah pakan ikan maka efisiensi pakan atau konversi pakan sangat penting diperhatikan. Dari sekian banyak pakan yang dikonsumsi oleh ikan maka akan banyak terjadi pelepasan bahan organik dan anorganik yang berasal dari pakan yang akan mempengaruhi kualitas air dalam wadah budidaya. Oleh karena itu antara pemberian pakan dengan kualitas air di dalam budidaya ikan secara intensif sangat komplek. Ada beberapa parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi aktivitas makan, metabolisme dan pertumbuhan ikan diantaranya adalah suhu air dan tingkat kelarutan oksigen. Pakan yang diberikan dalam budidaya ikan intensif akan dikonsumsi oleh ikan dan ikan akan mengeluarkan buangan berupa limbah organik dan organik kedalam wadah budidaya. Salah satu limbah nitrogen yang sebagian besar berupa amoniak terlarut dan feses merupakan bahan yang akan banyak dibuang kedalam peraiaran. Amoniak dikeluarkan oleh ikan melalui insang, urine dan feses. Amoniak dapat mempengaruhi secara langsung pada ikan budidaya sedangkan bahan limbah lainnya seperti phosphor dan nitrogen dalam bentuk lainnya secara tidak langsung akan mempengaruhi ikan juga. Karena amoniak dalam bentuk belum terionisasi sangat berbahaya bagi ikan, sedngkan feses yang dikeluarkan oleh ikan lama kelamaan akan menjadi bahan tersuspensi ataupun terendap dalam sistem perairan.
Pada kolam air mengalir dengan pergantian air yang memadai maka kandungan amoniak dan feses yang terndap dalam wadah budidaya bisa terbuang keluar tetapi pada kolam pemeliharaan ikan dengan sistem air yang tidak mengalir maka semua amoniak dan feses yang dikeluarkan oleh ikan akan tetap mengendap di dalam wadah budidaya yang dapat mengakibatkan racun bagi ikan yang dibudidayakan. Jika kolam dalam kondisi optimal maka amoniak dan racun lainnya masih dapat dinetralisir dan akan diubah menjadi mikronutrien untuk pertumbuhan pakan alami dikolam budidaya. Tetapi jika kesuburan perairan menjadi meningkat maka hal ini juga akan membahayakan organisma air lainnya karena dengan adanya blooming phytoplankton dapat membahayakan bagi ikan. Oleh karena itu keterkaitan antara pemberian pakan dengan kualitas air sangat penting diperhatikan dalam budidaya ikan secara intensif. Parameter yang akan dibahas dalam hal ini adalah suhu dan oksigen.
Suhu
Setiap ikan mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan suhu karena sifat ikan yang poikilothermal yaitu mampu
beradaptasi dengan perubahan suhu lingkungan dengan suhu tubuhnya. Tetapi setiap jenis ikan ini mempunyai toleransi yang optimal
terhadap suhu untuk dapat tumbuh dan berkembang. Berdasarkan perubahan suhu ikan yang hidup didaerah panas mempunyai aktivitas makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang hidup didaerah dingin. Oleh karena itu pada suhu air yang tinggi nafsu makan ikan akan meningkat dan metabolisme didalam tubuh ikan akan meningkat dan pertumbuhan ikan akan meningkat pula. Kaitan antara suhu perairan dan pertumbuhan ikan telah dilakukan penelitian oleh Elliot (1981) dalam Goddard (1996) pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan brown trout(Salmo trutta) pada gambar dibawah ini dan tabel 6.6. Gambar Kebutuhan suhu pada ikan mas dan ikan brown trout
Dari tabel diatas diketahui bahwa setiap jenis ikan mempunyai kebutuhan terhadap suhu yang berbeda, dimana pada setiap jenis ikan mempunyai kebutuhan suhu optimum yang berbeda. Pada suhu lingkungan yang optimal dimungkinkan juga ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal. Oleh karena itu dalam proses pemeliharaan ikan agar pakan yang diberikan dikonsumsi oleh ikan secara optimal karena aktivitas makannya meningkat perlu dibuat suatu lingkungan budidaya yang mempunyai suhu optimal.
Oksigen terlarut
Dalam bab 2 kita telah bahas secara detail tentang oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan . Pada bab ini akan dibahas kaitan antara kandungan oksigen terlarut dengan proses pemberian pakan. Kandungan oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya sangat berpengaruh terhadap aktivitas pemberian pakan, metabolisme, pertumbuhan , tipe dan jumlah pakan yang akan diberikan. Kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan minimal adalah 5 ppm. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya dapat meningkatkan nafsu makan ikan, akibatnya ikan akan lebih cepat tumbuh dan efisiensi makanan akan meningkat.
Ikan sebagi organisme air membutuhkan energi untuk bergerak, mencari dan mencerna makanan, untuk tumbuh dan merawat fungsi tubuhnya. Energi yang disimpan didalam tubuh ikan diperoleh dari proses metabolisme. Dalam proses metabolisme ini dibutuhkan oksigen, oleh karena itu ketersediaan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan mutlak diperlukan, dengan adanya kecukupan oksigen yang terlarut dalam wadah budidaya maka kebutuhan ikan akan oksigen untuk proses metabolisme akan terpenuhi. Hal ini akan sangat menguntungkan dalam proses pemberian pakan karena pakan yang dicerna oleh ikan akan termetabolisme dengan baik sehingga akan diperoleh energi yang akan dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang.
Rata-rata konsumsi oksigen pada organisme air sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah berat tubuh, suhu air dan tingkat aktivitas ikan. Pada umumnya ikan yang berukuran besar mengkonsumsi oksigen lebih banyak perjamnya daripada ikan yang berukuran kecil. Tetapi jika dihitung perberat tubuh ikan yang lebih kecil mengkonsumsi oksigen yang lebih banyak daripada ikan yang berukuran besar. Pada suhu yang tinggi dan aktivitas ikan yang tinggi, ikan akan membutuhkan oksigen lebih banyak daripada suhu yang rendah dan pada saat ikan beristirahat. Ikan yang hidup didaerah tropis biasanya dapat hidup pada kondisi perairan yang kandungan oksigennya rendah seperti ikan nila yang masih dapat hidup pada kondisi oksigen terlarut 3 ppm dibandingkan dengan ikan salmon yang hanya dapat hidup jika perairan mengandung oksigen terlarut berkisar antara 5 – 6 ppm. Ikan melakukan pertukaran oksigen melalui sistem pernafasannya yaitu di insang khususnya lamella insang. Oksigen diserap maka karbondioksida dilepaskan. Perpindahan gas ini dilakukan secara difusi melewati membran tipis lamella yang memisahkan sistem perputaran darah dari air selama melewati insang. Kandungan oksigen dalam darah bergantung pada beberapa faktor dinatranya adalah tekanan partial oksigen dan karbondioksida di dalam air, pH, suhu dan tingkat aktivitas makan ikan. Kandungan oksigen yang rendah dapat menyebabkan mortalitas dan lambatnya pertumbuhan ikan atau udang di dalam wadah budidaya.
Selama dalam pemeliharaan ikan yang dibudidayakan selalu melakukan aktivitas makan. Selama proses pemberian pakan maka aktivitas makan ikan akan meningkat dan kebutuhan ikan akan oksigen akan meningkat dan akan menurun kembali jika ikan tidak melakukan aktivitas makan. Pada suhu air yang meningkat tinggi biasanya kandungan oksigen terlarut akan didalam wadah bididaya menurun tetapi kebutuhan ikan akan oksigen terlarut meningkat karena nafsu makan ikan meningkat dan proses metabolisme didalam tubuh akan meningkat, oleh karena itu ikan akan mempertahankan kebutuhannya jika tidak ikan akan mati. Hal ini sangat perlu diperhatikan agar dalam proses pemberian pakan pada suhu perairan yang sedang tinggi sebaiknya dikurangi untuk meminimalkan oksigen yang dibutuhkan untuk proses metabolisme.
Pemantauan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan sangat diperlukan dalam melakukan manajemen pemberian pakan. Dengan mengetahui kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat dibuat pengaturan tentang jumlah pakan yang diberikan setiap hari dan waktu yang tepat alam melakukan pemberian pakan serta berapa kali dalam sehari diperlukan pemberian pakan tersebut.
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_TEKNOLOGI_PAKAN_BUATAN